book

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya

0
  • book
    Ditulis oleh
    Alvrina Navilza Meila Deviari
  • Dibuat tanggal
    06 Jul 2024
  • Sekolah
    SMP LABORATORIUM UM MALANG

“Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya” merupakan novel keempat Rusdi Mathari, atau akrab dipanggil Cak Rusdi. Buku setebal 226 halaman ini telah diterbitkan delapan belas kali oleh penerbit Buku Mojok. Sebagai jurnalis yang telah lama menghias majalah tempo, Cak Rusdi mengajak pembaca ke dalam dunia literasi yang kaya akan mutiara hikmah serta sisipan humor yang membuat senyum para pembaca merekah indah. Novel dengan dimensi 13 x 20 cm ini merangkum kisah kemanusiaan dan kehidupan dalam beragama yang terinspirasi dari kisah tokoh-tokoh Islam dan diadaptasi berdasarkan kondisi masyarakat saat ini.

Dalam buku “Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya”, Cak Rusdi berhasil menghadirkan realitas kehidupan sehari-hari dalam suasana Ramadan di Indonesia. Dihadirkan juga beberapa tokoh dengan watak berbeda yang menggambarkan berbagai karakter manusia. Mulanya buku ini adalah tulisan berseri di situs web Mojok.co., yang muncul secara teratur selama dua tahun pada bulan Ramadhan, sebagai “tausiyah” puasa. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Cak Dlahom, duda tua dari sebuah kampung di Madura, memiliki sifat yang terlihat tidak wajar dari tingkah laku serta dialognya, tetapi dengan ilmu agama yang cukup tinggi. Cak Dlahom, sering dianggap tak waras oleh warga sekitar karena cara uniknya memahami permasalahan ibadah berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Secara garis besar, alur buku ini berfokus pada Cak Dlahom yang bertingkah dan meresahkan warga, sehingga terciptanya perselisihan, lalu datang Mat Piti sebagai penengah dalam keributan tersebut, dan diakhiri dengan pesan-pesan moral yang dituturkan oleh Cak Dlahom. Tidak heran, jika semua bab di buku ini dipenuhi oleh konflik, terutama saat para warga mencemooh polah-tingkah Cak Dlahom. Namun, Cak Dlahom selalu bisa memberikan penjelasan atas segala perbuatannya, membuat para warga hanya bisa diam tak berkutik.

Narasi dalam novel ini disajikan melalui alur yang teratur, menggunakan sudut pandang ketiga sehingga menciptakan sudut pandang yang berbeda-beda. Pada akhirnya, sudut pandang yang berbeda-beda itu menyatu menjadi satu-kesatuan cerita yang utuh dan berwarna. Cak Rusdi dengan andal menggerakkan emosi para pembaca. Terkadang, pembaca dibuatnya geleng-geleng akibat tingkah laku karakternya tersebut. Diceritakan suatu ketika, ia berlari ke sana-kemari tanpa sehelai kain, membawa seekor anjing untuk diajak tidur bersama, dan masih banyak lagi.

Namun, tak jarang juga, pembaca akan dibuatnya mengangguk-ngangguk karena setuju dengan dialog karakter yang mengandung keunikan, serta tak lazim dipikirkan kebanyakan orang, salah satunya, pada halaman 173 saat Cak Dlahom berdebat dengan Pak Lurah. “Pak lurah, manusia itu hanya bisa mengaku-ngaku ada. Mengaku-ngaku bisa berbuat. Mengaku-ngaku punya nama. Mengaku ini itu. Tapi, semua hanya pengakuan karena mereka sebetulnya tidak ada dan tidak tahu kalau tidak ada.”

Novel ini sangat edukatif karena mengangkat tema terkait agama secara menarik dan mendalam. Cak Rusdi juga menyiratkan sebuah pesan yang membuka gerbang akal kita untuk menilai sesuatu tidak hanya dari permukaannya saja, tetapi diselami hingga kedalamannya. Bahwa manusia sering merasa hebat daripada orang lain, padahal, pada hakikatnya kita semua tak memiliki apa-apa, jangankan kepintaran, bodoh saja kita tak punya. “Yang bilang kamu pintar itu siapa, Mat? Kamu itu hanya merasa pintar dan merasa bodoh. Padahal dua-duanya kamu tak punya.” (hlm. 24) Selain itu, bahasa yang digunakan pun sederhana dan ringan sehingga mudah dimengerti, serta alurnya yang simpel memudahkan para pembaca mendalami buku tersebut.

Namun, terlepas dari segala nilai lebihnya, novel ini memiliki kekurangan, misalnya ada beberapa bagian yang kurang detail, sehingga seharusnya bisa dideskripsikan lebih mendetail lagi agar para pembaca dapat mengikuti alur yang lebih baik. Tentunya, novel ini sangat direkomendasikan dan layak dibaca untuk umur “17 tahun ke atas”, karena diperlukannya sifat bijaksana serta tanggung jawab yang matang agar tidak menelan mentah-mentah isi dari buku ini. Meskipun, sebagian besar makna dari buku ini diadaptasi dari kisah yang diambil dari kitab, dari gagasan-gagasan Emha Ainun Najib hingga Sirah Nabawiyah.

Judul Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya
Penulis Rusdi Mathari
ISBN 978-602-1318-40-9
Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi 2016
Penerbit BukuMojok
Jumlah Halaman 226

0 komentar

Buat komentar

Oleh Peserta Sama