
I Saw the Same Dream Again
-
Ditulis olehVania Santika Cahyono
-
Dibuat tanggal
27 Jul 2024
-
Sekolah
SMAN 2 Bekasi
Koyanagi Nanoka adalah seorang siswi SD yang menganggap dirinya lebih pandai daripada murid-murid lain di kelasnya. Meski tidak bisa akrab dengan anak seusianya, namun Nanoka punya teman-teman yang ia sayangi. Mereka adalah Abazure-san si wanita dewasa yang cantik, si Nenek Bijak yang hidupnya damai, Minami-san si pelajar SMA yang kerap menggores nadinya sendiri, juga kucing berbulu hitam dengan ekor putus yang gemar mengeong manja pada Nanoka.
Suatu hari, Nanoka mendapatkan tugas sekolah untuk mencari tahu arti “kebahagiaan” untuk ditulis ke sebuah esai yang akan dibacakan saat hari kunjungan orang tua. Nanoka pun bekerja sama untuk mendiskusikan tugas tersebut dengan teman sebangkunya, Kiryuu Hikari, anak laki-laki yang menyukai gambar meski terlalu malu untuk mengungkapkannya. Tak lupa, Nanoka juga menanyakan tentang arti kebahagiaan kepada teman-temannya.
Perjalanan Nanoka dalam menyelesaikan tugasnya tidaklah mudah. Dia dihadapi dengan berbagai masalah—orang tuanya yang lagi-lagi berhalangan hadir di hari kunjungan orang tua di sekolah Nanoka karena pekerjaan mereka, serta Kiryuu yang mengalami penindasan akibat kesukaannya terhadap gambar serta ayahnya yang dituduh melakukan pencurian di supermarket sehingga membuatnya takut untuk pergi ke sekolah. Lalu, yang tidak Nanoka sangka pula, ternyata pertanyaan dari tugas sekolahnya mengenai arti kebahagiaan berhasil memunculkan mimpi yang pernah teman-temannya lihat sebelumnya.
Satu demi satu, Nanoka mencoba menyelesaikan semua hal tersebut. Ia memaafkan orang tuanya yang sering kali harus memprioritaskan pekerjaan mereka dan meninggalkan Nanoka sendirian, serta membantu Kiryuu dengan menjadi temannya supaya ia kembali memiliki keberanian untuk mengakui rasa sukanya terhadap gambar dan pergi ke sekolah. Perlahan, Nanoka menyelesaikan tugas esai mengenai arti kebahagiaan sesungguhnya baginya, dan ia pun akhirnya dapat mempresentasikan hasilnya dengan bangga di hadapan murid-murid sekelasnya. Ketika Nanoka mulai menyadari makna dari semua kejadian yang ia alami sampai saat ini, Nanoka pun kembali terbangun dari mimpinya.
“Kebahagiaan tidak berjalan mendekat, karena itu kita yang menghampiri.”
Melalui sudut pandang orang pertama dari tokoh Nanoka, buku ini mengajarkan banyak hal mengenai arti kebahagiaan dalam hidup, dengan susunan kalimat yang membuatnya tidak terkesan menggurui. Meski tema cerita yang dibawakan terbilang sederhana dan biasa dipikirkan dalam kehidupan sehari-hari, buku ini memiliki konsep penceritaan unik dengan susunan alurnya yang berhasil mengiring pembaca ke arah yang tidak terduga.
Kelebihan-kelebihan lainnya di dalam buku ini dapat menjadi kekurangan tersediri bagi sebagian pembaca. Contohnya, bagian awal novel ini membawakan ceritanya dengan tempo yang lambat untuk memperkenalkan para karakter dan sifat-sifat mereka secara mendetail, sehingga bisa membuat pembaca merasa jenuh. Selain itu, banyaknya adegan yang tidak dijelaskan secara gamblang serta pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya terlalu filosofis berpotensi membingungkan pembaca karena penyajiannya yang terlalu ambigu. Ditambah lagi, novel ini kerap melompat dari satu topik ke topik lainnya, sehingga bisa saja gaya penceritaan tersebut mungkin tidak begitu sesuai bagi selera sebagian orang.
Terlepas dari kelemahannya, buku ini cocok untuk orang yang suka dengan bacaan yang heartwarming, karena ceritanya memiliki makna yang mendalam dan kalimat-kalimat yang menginspirasi pembaca untuk kembali memikirkan ulang tentang streotip kebahagiaan yang ada di kehidupan.
0 komentar