
Hujan Bulan Juni
-
Ditulis olehZaifa Zaskia Hantoro
-
Dibuat tanggal
30 Jul 2024
-
Sekolah
SMP KRISTEN PETRA 3
Sapardi Djoko Damono atau bisa kita sebut Sarwono, adalah salah satu sastrawan Indonesia yang menggeluti dunia puisi. Salah satu buku yang ia tulis berjudul “Hujan Bulan Juni” . Buku tersebut berisi kumpulan puisi yang telah dibuat oleh Sarwono. Puisi ini menjadi begitu terkenal dan berubah bentuknya mulai dari menjadi lagu, menjadi komik, novel, bahkan kini buku “Hujan Bulan Juni” diangkat ke layar kaca. Buku yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka utama pada tahun 2015 ini termasuk dalam genre puisi, disertai pula dengan 135 halaman yang menceritakan kisah Sarwono dan Pingkan yang saling mencintai namun tidak dapat mengungkapkannya.
Alkisah, Sarwono yang adalah seorang dosen muda pengajar jurusan antropologi sempat mendapat tugas mendadak dari Kaprodinya di Fakultas Universitas Indonesia untuk berangkat ke Universitas Negeri Gorontalo, dan Sarwono meminta Pingkan untuk menemaninya serta menjadi asistennya. Entah mengapa Sarwono melakukannya itu hanya karena ingin mengambil momen romantis dan menghabiskan waktu yang cukup lama bersama Pingkan. Tanpa disangka, Pingkan ternyata merasakan hal yang sama seperti Sarwono. Pingkan juga merasa senang jika harus berlama-lama di samping dan selalu menemani Sarwono. Sarwono yang dikenal Pingkan adalah lelaki kurus yang gagal untuk melanjutkan studinya di Amerika karena ada flek- flek mencurigakan di paru-parunya serta dengan isi puisi yang cengeng itu.
Dengan berprofesi sebagai dosen sastra muda, Sarwono bisa bertemu Pingkan di Fakultas UI. Jauh sebelum itu, mereka sudah saling mengenal semenjak Sarwono berteman dan bermain ke rumah Toar, kakak Pingkan. Ia menggunakan semacam alasan untuk bisa ke rumah Toar dan dalam sisi lain, Sarwono hanya ingin melihat Pingkan saja.
Setelah perjalanan Sarwono dan Pingkan yang telah mereka lewati. Pingkan mendapat kabar bahwa ia harus menjadi asisten dosen di Jepang. Pingkan senang karena bisa ke Jepang, namun ia juga sedih karena harus berpisah dengan Sarwono, ia merindukan perjalanan mereka saat di Gorontalo. Sarwono sangat mencintai Pingkan, begitu juga Pingkan sangat mencintai Sarwono. Semakin susah rasanya bagi Pingkan untuk dapat meninggalkan Sarwono begitu saja.
Tiba waktunya ketika keberangkatan Pingkan ke Jepang. Pingkan sangat menanti awal bulan April yaitu akan muncul bunga sakura. Pingkan berfikir jika bagaimana ia terus disana dan ketika menikah dengan Sarwono, Sarwono yang akan berangkat ke Jepang. Namun, Sarwono tidak menginginkannya, beberapa kali sering disinggung oleh tante Pingkan. Sebenarnya bagaimana dengan hubungan Sarwono dengan Pingkan? Entahlah. Sarwono sangat merindukan Pingkan yang dulunya selalu ada disampingnya. Di dalam pesan yang diterimanya, Pingkan selalu mengirimkan selfie, apalagi sempat pesan itu dipenuhi dengan foto wajah Pingkan yang sangat amat indah disertai bunga sakura.
Dengan sangat mendadak Pingkan mendapat kabar bahwa Sarwono telah sakit seminggu dan sampai masuk ke rumah sakit. Pingkan memutuskan untuk pergi ke Solo menemui Sarwono. Sesampainya di rumah, Pingkan bertemu dengan Ibunya dan diperintahkan untuk segera ke rumah sakit untuk menemui Sarwono. Sesampainya disana bu Hadi, alias Ibu Sarwono coba menenangkan Pingkan. Lalu memberikan lipatan koran yang sudah kusut dari tasnya. Pingkan membukanya dan berisi tiga buah sajak di salah satu sudut halaman koran tersebut.
Buku ini mengisahkan tentang kisah romantis dua sejoli yang tidak berjalan dengan mulus. Ada banyak perbedaan yang menjadi tantangan mereka termasuk perbedaan keyakinan dan kesukuan. Meski jalan cerita terasa santai dan tidak mudah ditebak, namun masih ada beberapa pesan moral yang bisa diambil dari buku ini, yakni sifat yang penuh rasa syukur dan tidak memaksakan kehendak.
0 komentar