book

Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru

0
  • book
    Ditulis oleh
    Icha Fitriani
  • Dibuat tanggal
    31 Jul 2024
  • Sekolah
    Sekolah Menengah Atas Swasta Kemala Bhayangkari 3 Porong

  “Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru” merupakan sebuah karya sastra Indonesia dari seorang penulis legendaris Pramoedya Ananta Toer. Seperti halnya Tetralogi Buru, buku ini lahir dari pengasingan Pramoedya di Pulau Buru, Maluku. Menggambarkan dengan mendalam kehidupan di tahun 1943, saat Jepang menduduki Indonesia di tengah gejolak Perang Dunia II. Dengan 248 halaman yang memukau, karya ini telah mencapai cetakan keduapuluh lima pada tahun 2024, diterbitkan oleh Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) di Jakarta.
Pramoedya Ananta Toer merupakan pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 Karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Di antara karya-karyanya, "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru" buku ini menawarkan wawasan mendalam tentang periode bersejarah yang penting.


  Membaca "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru" karya Pramoedya Ananta Toer adalah kesempatan untuk menyelami periode sejarah Indonesia yang penting, yaitu pendudukan Jepang pada tahun 1943. Buku ini menampilkan keahlian naratif Pramoedya yang mendalam dan reflektif, ditulis selama masa pengasingannya di Pulau Buru. Sebagai bagian dari warisan sastra Indonesia yang berharga dan diakui secara internasional, karya ini menawarkan wawasan unik tentang pengalaman penulis dan konteks sosial yang relevan hingga kini.


  Buku ini berfokus pada periode Perang Dunia II, khususnya dari tahun 1943 hingga 1945. Pada sekitar tahun 1941, Jepang melancarkan serangan ke pangkalan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, yang menyebabkan posisi Jepang semakin terdesak setelah serangan besar-besaran oleh sekutu pada tahun 1943. Keadaan ini membuat transportasi, terutama di laut, menjadi sangat sulit, termasuk dalam hal pemindahan wanita dari Asia Timur. Sebagai akibatnya, Jepang memutuskan untuk menjadikan wanita Indonesia sebagai pemuas kebutuhan para tentara Jepang. Yang disebut dengan istilah Jugun Ianfu.


  Jugun Ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada perempuan penghibur yang terlibat dalam perbudakan seks selama Perang Dunia 2 di koloni Jepang, mereka merupakan perempuan yang berasal dari jajahan yang berhasil dikuasai Jepang terdiri dari perempuan Jepang, Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam, India, Eurasia, Belanda, dan penduduk kepulauan Pasifik. Buku ini menjelaskan nasib Jugun Ianfu dari Indonesia pasca kemerdekaan.

  Saat membaca bab awal, aku merasa prihatin melihat fakta sejarah dan nasib para perempuan muda ini. Mereka adalah perawan remaja yang ditipu oleh fasis Jepang antara 1943-1945, tepat ketika Jepang mulai menjajah Indonesia. Sebagian besar berasal dari Jawa, terdiri dari gadis-gadis yang baru saja lulus SMP dan memiliki wajah cantik, baik dari kalangan pejabat maupun rakyat biasa, jumlahnya tidak terhitung. Mereka dijanjikan akan dibawa untuk belajar di Tokyo dan Shonanto, baik dengan persetujuan orang tua atau secara paksa dari rumah.


  Mereka diangkut menggunakan kapal, namun alih-alih mencapai tempat yang dijanjikan, mereka dibawa ke lokasi pengumpulan di Surabaya yang dijaga ketat dengan kawat berduri oleh penjaga dan tentara Jepang, serta di Jakarta di rumah keluarga De Boer yang tertutup dari dunia luar. Di tempat pengumpulan ini, mereka menunggu kapal berikutnya. Namun, kapal tersebut segera menjadi mimpi buruk—setelah melewati 1,5 mil dari pelabuhan, mereka mengalami perlakuan buruk. Para perwira Jepang menyerbu mereka secara serentak, memperkosa, dan menghancurkan harapan mereka untuk belajar dan menjadi pemimpin bangsa.


  Setelah itu, mereka dikumpulkan kembali di berbagai lokasi pengumpulan di wilayah jajahan Jepang untuk melayani kebutuhan seksual tentara, dengan fasilitas dan makanan yang sangat buruk. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, nasib Jugun Ianfu menjadi tidak jelas; mereka ditinggalkan dan diabaikan begitu saja. Beberapa di antara mereka meninggal, sementara yang lainnya menikah dengan penduduk lokal, termasuk di Pulau Buru.
Bagi mereka yang menikah dengan penduduk lokal di Pulau Buru, kehidupan mereka semakin menjadi mimpi buruk. Adat lokal yang sangat kental dan gaya hidup nomaden di dalam hutan memaksa mereka untuk menyembunyikan identitas mereka. Adat setempat di Pulau Buru mengharuskan mereka untuk bersumpah tidak berbicara selain dalam bahasa asli penduduk, tidak mengungkapkan asal-usul mereka atau cerita hidup mereka, serta tidak kembali ke keluarga mereka.


  Banyak dari Jugun Ianfu yang masih hidup tidak kembali kepada keluarganya karena merasa menanggung beban malu karena telah ternodai, ada yang marah kepada keluarganya karena membiarkan ia dirampas Jepang, dan ada juga karena sumpah adat yang menuntut mereka untuk setia seumur hidup.


  Buku ini menceritakan bagaimana perjuangan para tahanan politik yang diasingkan ke Pulau Buru mencari para Jugun Ianfu yang beberapa juga merupakan keluarga mereka sendiri, bagaimana adat kental penduduk gunung di Pulau Buru dan patriarki yang sangat tinggi antara suami dan istri, bagaimana kesetaraan gender juga posisi perempuan masyarakat gunung, kondisi pendidikan, agama, dan kesehatan masyarakat.

  "Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru" karya Pramoedya Ananta Toer adalah sebuah karya yang mendalam dan menyentuh, menggali periode penting dalam sejarah Indonesia selama pendudukan Jepang antara tahun 1943 hingga 1945. Buku ini menyajikan tema penindasan dan eksploitasi, dengan fokus pada penderitaan perempuan muda yang menjadi korban kekejaman tentara Jepang. Melalui narasi yang kuat dan detail, Pramoedya menggambarkan bagaimana para perawan remaja, yang diangkut dengan janji-janji palsu, menghadapi situasi brutal dan kehilangan identitas mereka. Gaya penulisan Pramoedya yang tajam dan penuh empati memberikan pembaca wawasan mendalam tentang trauma dan ketidakberdayaan individu dalam situasi ekstrem, sekaligus berfungsi sebagai kritik terhadap sistem kekuasaan yang menindas. Buku ini tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi sejarah, tetapi juga sebagai refleksi penting tentang dampak kekuasaan dan penindasan pada kehidupan pribadi dan masyarakat.


  Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru oleh Pramoedya Ananta Toer menawarkan wawasan mendalam tentang penderitaan perempuan muda selama pendudukan Jepang di Indonesia antara 1943 hingga 1945. Buku ini menggali tema penindasan dan eksploitasi dengan narasi yang kuat dan emosional, menyajikan pengalaman para Jugun Ianfu secara mendetail.
 

 

Judul Buku Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer: Catatan Pulau Buru
Penulis Pramoedya Ananta Toer
ISBN 978-602-6208-82-8
Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi 2001
Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Jumlah Halaman 248

0 komentar

Buat komentar

Oleh Peserta Sama