
Bidadari yang Mengembara
-
Ditulis olehAkbar Pahlevi Fauziyah
-
Dibuat tanggal
01 Sep 2024
-
Sekolah
Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong
"Bidadari yang Mengembara" merupakan sebuah antologi cerpen karya A.S. Laksana yang dipilih oleh Majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik tahun 2004. Ini menjadi salah satu diantara kesekian prestasi yang A.S. Laksana torehkan. Penulis yang kerap kali dipanggil Sulak ini lahir pada 25 Desember 1968 di kota Lumpia, Semarang. Dinobatkan sebagai penulis sastra terbaik versi Majalah Tempo tahun 2004 dan 2013. Beliau aktif mengunggah cerita pendek juga surel-surel ke berbagai media cetak nasional. Selain dari karya-karyanya yang dikenal khalayak publik, ia juga turut menyebarkan kepiawaian menulisnya dalam webinar atau kelas yang ia adakan hingga saat ini. Penggabungan antara ilmu sastra dan erycksonian hypnosis sukses menjadikan tulisan-tulisan yang Sulak terbitkan sarat akan unsur surealis dan magisme. "Menulis dan hipnosis adalah wilayah yang berhimpitan karena bersandar pada kekuatan kata, keduanya sama-sama berhubungan untuk memahami kekuatan cerita" tuturnya pada suatu kesempatan.
Lewat antologi ini, Sulak menyorot berbagai tema kehidupan melalui narasi kias pendek yang ciamik. Menyajikan kisah-kisah penuh monokrom warna dalam penggambaran karakter secara unik dan menyentuh. Memperkenalkan para pembaca pada kehidupan jalanan dan rumah tangga yang mungkin masih dianggap sebagai persoalan sepele oleh beberapa orang. Juga tentang bagaimana perasaan kesepian, jatuh cinta, dan kekesalan dapat dicampuradukan karena ketidakadilan, fitnah, dan kesendirian. Tiap cerpennya utuh mencerminkan perjalanan emosional dan spiritual para tokoh mengenai usaha pencarian makna hidup dan penemuan eksistensi diri. Bahkan, beberapa diantaranya mengambil inspirasi kisah dalam kitab suci, seperti kisah Qarun, kehebatan tongkat Nabi Musa, hingga kisah legendaris Adam, Hawa, dan buah khuldi.
Sebagai sebuah antologi, karakter yang hadir dalam tiap cerita memang berbeda. Namun, tokoh "Alit" muncul 5 kali sebagai orang yang berbeda dengan kondisi karakter yang berbeda pula. Lewat tokoh ini, Sulak mencoba menyampaikan bagaimana tiap orang mengatasi kesulitan yang berbeda meski mereka hadir dengan suatu persamaan. Sudut pandang orang pertama digunakan dalam keseluruhan cerita, baik sebagai tokoh utama maupun pencerita tokoh utama. Menggambarkan bagaimana sebenarnya manusia tidak lain hanyalah makhluk yang merasakan diri sendiri, tidak mengetahui apa yang sebenarnya orang lain alami. Belum tentu dapat berbuat lebih apabila diposisikan dalam keadaan orang tersebut. Alur disajikan secara maju dan campuran, menandakan bahwa manusia akan terus berkembang terlepas dari masalah yang menimpanya, meski di sisi lain ia harus terus membawa trauma yang ia punya. Meski latar yang dipakai memusat pada rentang 90-an hingga 20 awal, cerita masih tetap relevan dengan zaman sekarang, sebab isu-isu yang diangkat sangatlah mencerminkan realitas sosial yang aktual.
Antologi ini menyuguhkan 12 cerpen yang memukau, dibuka dengan cerita "Menggambar Ayah" yang singkat tapi sarat makna, menceritakan tentang seorang anak yang bertanya-tanya akan sosok sang ayah. Sejatinya tidak menghendaki dirinya lahir sebagai sebuah kesalahan hanya untuk menjadi sasaran gunjingan ibunya. Disusul dengan cerita "Bidadari yang Mengembara" yang dicuplik menjadi judul cerita. Mengisahkan tentang seorang wanita yang mengharapkan kasih dari seorang pria yang baru kehilangan kekasihnya. Tak peduli jika kebersamaan yang dijalani selama ini hanyalah bayangan pria tersebut akan wanita lain. Dilanjut dengan cerita "Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang" yang berisi penungguan setia ibu akan anaknya yang sia-sia sebab sang anak menjadi durhaka karena keterlibatannya di dunia jalanan. "Burung di Langit dan Sekaleng Lem" hadir sebagai antitesis akan roda kehidupan itu selalu berputar. Nyatanya, orang berkuasa yang diibaratkan sebagai burung dapat bebas berbuat apa yang ia mau, menertawakan sosok-sosok dibawahnya yang terjerat dalam lem keras kehidupan. "Seekor Ular di Dalam Kepala" memetaforakan bagaimana keretakan hubungan pernikahan seiring berjalannya waktu. "Telepon dari Ibu" yang menyinggung tentang kerinduan ibu pada anaknya yang telah lama merantau. Ketamakan pemerintah akan hak masyarakat yang diangkat dalam cerita "Buldoser". Lelaki yang ditinggal menikah oleh orang yang dicintainya dalam kisah "Seto menjadi Kupu-Kupu". Cerpen "Bangkai Anjing" yang membahas tentang sulitnya mencari peruntungan kerja di ibu kota. Seorang kakak dalam cerita "Rumah Unggas" yang geram terhadap orangtuanya atas privilage yang mereka berikan pada sang adik. "Peristiwa Pagi Hari" yang mengulik bahwa apapun yang perempuan lakukan akan ditafsirkan oleh laki-laki secara berbeda. Terakhir, antologi ditutup dengan "Cerita Tentang Ibu yang Dikerat", bercerita mengenai rasa bersalah anak akan kematian ibu yang dicintainya.
Lewat gaya kepenulisannya yang khas, A.S. Laksana berhasil memprovokasi pembaca untuk mengupas tiap pesan tersirat yang coba disampaikan dan merangkai alur kisah yang terjadi. Pemilihan tema kehidupan yang relevan menjadikan buku ini turut memiliki visualisasi peristiwa yang baik. Latar, karakter, dan situasi yang berbeda memberikan adanya variasi dalam pengalaman membaca. Namun, penggunaan bahasa kiasan ini justru rentan membuat pembaca mengalami multitafsir akan skenario cerita serta menjadikan buku terkesan terlalu filosofis dan berat dibaca. Sebagai penulis jadul, gaya kepenulisan A.S. Laksana juga mungkin kurang sesuai dengan selera banyak orang saat ini, terlebih lagi anak muda.
Secara keseluruhan, antologi "Bidadari yang Mengembara" menjadi bacaan yang sangat direkomendasikan, terutama bagi orang-orang yang tertarik pada karya sastra yang menekankan kritik dan sarkasme. Sulak piawai sekali memadankan kata demi kata, membarenginya dengan imajinasi yang sedikit ugal-ugalan. Untuk itu, buku ini menjadi kurang direkomendasikan bagi orang-orang yang tidak menyukai konten bersifat sensitif dan terbuka, sebab beberapa diantaranya cukup menyerempet pada hal-hal tersebut.
0 komentar