Cerita bersejarah atau seringkali disebut histori terkadang hanya kita dapatkan dari buku sejarah. Namun, kali ini ada sebuah buku novel bergenre horor yang menggambarkan kehidupan pada zaman penjajahan, yang berjudul Marianne. Buku ini merupakan sebuah karya dari seorang indigo bernama Risa Saraswati. Buku ini diterbitkan pada tahun 2019 oleh PT. Bukune Kreatif Cipta dengan ISBN 978-602-220-319-3. Buku ini berdimensi 14 × 20 cm dengan tebal 182 halaman.

Risa Saraswati menjadi sosok di balik buku ini yang menuliskan cerita bergenre horor mengenai kehidupan pada zaman penjajahan. Kemampuan indigonya menjadikannya seorang penulis novel horor sejak 2011 dengan buku pertamanya, yaitu Danur. Di balik cover depan buku Marianne terdapat beberapa gambar cover buku yang pernah ia tulisnya, mulai dari Danur, Maddah, hingga Janshen. Isi dari buku-buku tersebut ia dapatkan dari penglihatan tak kasat matanya dengan beberapa hantu Belanda zaman penjajahan di rumahnya. Buku Marianne ditulis bukan serta merta untuk menakut-nakuti pembaca, namun justru ingin menumbuhkan rasa emosional yang tinggi dan menambah wawasan pembaca bahwa kaum Netherland mampu hidup berdampingan dengan kaum pribumi.

Buku Marianne menggambarkan sosok gadis cantik yang terkenal karena kenakalannya, ia kerap dipanggil Anne. Marianne Charlote Van Dziburg merupakan anak dari pejabat bernama Anton Van Dziburg, orang yang selalu penasaran dengan teknologi. Laki-laki tua yang sebenarnya lebih cocok menjadi kakek Anne selalu bersikap dingin kepada siapapun, tak terkecuali putrinya. Hal tersebut membuat Anne menjadi anak pendiam. Namun, sikap Anton bukanlah tanpa alasan. Ini semua ia lakukan karena Anne bukanlah anak kandungnya. Sejak lahir, Anne tak pernah mendapat kasih sayang dari ibunya, Margot. Keinginan Margot untuk membawa Anne dalam pelariannya membuat Anton begitu murka hingga akhirnya Anton pergi dari Netherland menuju tanah Hindia Belanda.

Hidupnya di Hindia Belanda tetap saja dihantui oleh Margot yang tiba-tiba saja muncul bersama laki-laki berkebangsaan Jerman. Namun, Anton berusaha menitipkan Anne pada orang kepercayaannya sehingga jika Margot nekat membawa Anne, ia akan dianggap sebagai penculik. Brata dan Saeni adalah dua orang kepercayaannya. Pertemuan mereka bermula ketika putri pertama Brata, Saeni, mengalami kelainan pada jantungnya. Tuan Anton pun datang bagai malaikat dan membawa Brata beserta Saeni ke tanah Belanda untuk operasi jantung. Oleh karenanya, mereka pun bersedia membantu keluarga Anton. Brata dipercaya mengawasi perkebunan dan Saeni diminta mengasuh Anne.

Selama mengabdi, Saeni dan Brata ibarat jembatan yang berusaha menyambungkan ayah dan anak yang saling diam. Anne memang tak sering berinteraksi dengan orang lain sehingga membuatnya bersekolah di rumah selama 4 tahun. Ketika Anne mengatakan bahwa ia ingin bersekolah saja ia harus menyampaikannya kepada Saeni, barulah Saeni berdiskusi dengan Brata dan Tuan. Hari pertama Anne bersekolah ada saja ulah yang ia buat. Namun, tindakannya dibenarkan oleh ayahnya karena jika ditindas memang ia harus melawan. Kejadian itu menjadikan sebuah momen berharga, yaitu Tuan mau mengurusi urusan sekolah anaknya untuk pertama kalinya.

Umur Tuan yang semakin tua menjadikan ia harus memeriksakan kesehatannya ke Belanda. Anne mengira ia akan diajak, namun ternyata itu hanyalah mimpi yang membuatnya kecewa pada Tuan. Benar dugaan Tuan, ternyata ia menderita TBC. Sekembalinya dari Belanda, tak ada yang menyambutnya, namun ada kabar gembira bahwa Anne memiliki teman baru bernama Louisa yang membawa perubahan pada diri Anne. Semakin hari Anne bagai anak burung pipit yang ceria sehingga suasana rumah tak lagi sepi. “Semoga sehat selalu, Papa…” menjadi ucapan manis Anne yang pertama kalinya kepada Tuan. Jika biasanya Tuan meminta Saeni untuk menyampaikan sesuatu kepada Anne, kali ini ia memberanikan diri untuk menceritakan kondisi kesehatannya kepada Anne. Ini menjadi kali pertama Anne menangisi ayahnya.

Berita konflik antara Netherland dan Nippon di tanah Hindia Belanda semakin berkobar hingga membuat Tuan dan putrinya harus segera pergi ke Netherland. Namun, saat mereka berusaha kabur ke pelabuhan, ada Nippon yang menghalangi perjalanannya hingga mobil mereka berbelok ke arah jurang. Pada saat itu pula, Anne kehilangan sosok ayahnya.

Terlepas dari kisahnya dengan Tuan, Anne juga memiliki kisah persahabatan. Peter merupakan sahabat terdekatnya dengan nasib yang hampir sama. Ada Hans yang seperti anak perempuan, ada Hendrick yang selalu merasa tampan, ada William yang terlalu banyak aturan, dan ada Janshen, Si Ompong yang cengeng. Dengan sahabatnya, Anne merupakan anak yang unik, terlepas dari kenakalannya, ia suka memberi nasihat. Tak kenal maka tak sayang, nyatanya Anne memiliki jiwa yang besar, sikap yang tegas dan penyayang.

Buku ini ditulis dengan 22 bab yang terdiri dari bagian Saeni, Brata, Risa, Anton, dan Marianne. Meskipun alur cerita yang digunakan maju-mundur, namun bahasanya tetap mudah dipahami. Penulisan kisah Marianne berdasarkan pada beberapa tokoh yang terlibat dalam kehidupan Marianne dengan sudut pandang orang ketiga. Buku ini tidak hanya memberi wawasan bahwa kaum penjajah tidak semuanya kejam, namun juga mengajarkan bahwa orang tua harus mampu memberi contoh yang baik untuk anaknya. “Don’t judge a book by its cover” juga menjadi pesan moral dari buku ini. Buku ini ditutup dengan ucapan terima kasih Risa kepada Anne yang telah membagikan ceritanya.

Hal yang menarik dari buku ini adalah cover-nya dengan gambar sosok gadis berkebangsaan Belanda yang menarik perhatian banyak orang. Gaya penceritaan yang tidak hanya berasal dari penulis, namun juga dari tokoh lain menjadikan pembaca mampu memahami cerita dari berbagai sudut pandang. Hal yang kurang menarik adalah kesesuaian antara genre dan isi buku. Buku bergenre horor ini tidak memperlihatkan cerita mistis sedikitpun dan alur ceritanya mudah ditebak.

Buku Marianne mampu menggugah imajinasi pembaca mengenai peristiwa pada zaman penjajahan. Buku ini cocok dibaca oleh berbagai kalangan, terutama penikmat genre horor dan cerita dengan latar belakang sejarah Belanda di Indonesia. Buku yang tidak terlalu tebal ini cocok dibaca saat waktu luang.