Kita, Kami, Kamu  adalah buku hasil kolaborasi anak perempuan bernama Soca Sobitha dengan ibunya, Reda Gaudiamo. Soca yang kini telah dewasa adalah lulusan sastra Jepang BINUS 2026, sekarang tinggal di Jepang. Di dalam buku ini juga diceritakan betapa Soca sangat mencintai Jepang, dan dia berhasil meraih mimpinya!Keren sekali, bukan? Ibunya, sebagai co-writer merupakan seorang penulis, penyanyi yang sudah memiliki banyak karya. Dilengkapi dengan ilustrasi dari karya milik Cecillia Hidayat, yang tak hanya menghiasi halaman buku, tapi juga memberikan kesan manisnya cerita dalam buku ini.

Jadi apa sih isi buku ini? Kita, Kami, Kamu (KKK) adalah sekumpulan kisah sehari-hari Soca dan keluarganya. Ceritanya sederhana yang disajikan dengan keseruan yang menggemaskan. Mulai dari alasan kenapa orang tuanya dipanggil dengan panggilan Meps dan Beps, bukannya Mama atau Papa bahkan Bunda dan Ayah seperti kebanyakan orang lain. KKK juga bercerita tentang Opa, yang kepada beliaulah buku ini dipersembahkan. Selain itu, KKK ini berisi tentang sekolah, hobi, binatang peliharaan, hingga pembicaraan hangat antara Soca dan Meps yang lebih serius dan dewasa, tentang tema pacar, cita-cita, image, hingga masa depan.

Penyajian KKK ini ringan saja, hanya menggunakan bahasa sehari-hari, yang tetapi walau menggunakan diksi sederhana, tapi cara penyajiannya sangat tepat. Isinya sebenarnya biasa saja, ada bagian yang bercerita tentang upil yang walau topiknya menjijikan tetapi pembaca akan dibuat tertawa dan jujur pada diri sendiri. Ada juga soal penggunaan kata Kita dan Kami yang sering tertukar dalam komunikasi kita sehari-hari, ini juga menjadi pembahasan menarik. Semenarik kata temtu yang digunakan dengan salah secara lisan, tetapi dikritik dengan cara menggelitik, jadinya bukan malah diperbaiki tapi kata itu digunakan sebagai lelucon yang menghibur.

Sebagai pembaca, saya merasa terhubung dengan cerita ini, karena terkadang saya juga seperti Soca dalam cerita ini. Saya juga baru meninggalkan masa anak-anak untuk belajar menjadi seorang remaja. Karena buku ini ditulis berdasarkan cerita sehari-hari  berupa pengalaman penulis, jadinya sebagai pembaca saya juga merasakan hal-hal yang sama.

Terpenting, walau buku ini tipsi saja dan bisa dibaca tuntas dalam sekali kesempatan tanpa jeda. Akan tetapi, tenyata buku ini berhasil menawarkan banyak pelajaran yang bisa diadopsi oleh pembacanya. Contoh, seperti pada kejadian seru hari ini ternyata bisa jadi sebuah cerita berharga yang bisa menjadi sebuah nostalgia di masa mendatang, seperti sebuah judul lagu dari jaman ibu saya muda, kisah masa klasik untuk masa depan.

Kolaborasi Soca dan Meps bagi saya terasa sekali mengantarkan kehangatan ke dalam hati saya sebagai seorang pembaca. Seperti hubungan antara ibu dan anak yang dirawat melalui obrolan. Pentingnya dukungan ibu (semakin banyak anggota keluarga yang terlibat untuk memberi dukungan dan terlibat akan semakin baik) dalam proses membersamai anak menuju usia dewasa, juga, betapa kami sebagai anak-anak seringnya lebih mudah untuk menerima teladan bukan hanya instruksi dari orang tua. Tetapi, seperti Meps sebagai ibu, ternyata bagian pentingnya, bukanlah tentang menjadi seorang ibu yang sempurna, kami sebagai anak-anak sangat paham yang kami butuhkan adalah ibu kami yang sesungguhnya, yang apa adanya, tanpa perlu mengubah dirinya menjadi sesuatu yang tak nyaman bagi dirinya.

Bagi saya buku ini sangat penting untuk dibaca, setiap anak akan belajar untuk merayaka hari-hari biasa yang sederhana ternyata bisa saja menjadi sebuah cerita yang indah. Bagi orang tua, terutama ibu, buku ini bisa memberi inspirasi ilmu parenting, juga bisa sebagai media nostalgia, ketika masih menjadi anak-anak dulu. Walau buku ini tipis dan ringan, akan tetapi buku ini bernutrisi. Cocok dibaca dan dinikmati semua kalangan dan usia. Sangat direkomendasikan sebagai bacaan ringan pengisi waktu luang.