
“Dewasa ini pelik? Yuk, baca Pangeran Cilik. Jejak Bentala di Rimba Orang Dewasa”
-
Ditulis olehBAIQ MUTIYA HURUN NISA
-
Dibuat tanggal
16 Oct 2024
-
Sekolah
MADARASAH ALIYAH NEGERI 2 MATARAM
Hai guys👋🏻, dapatkah kalian tebak gambar apa ini? ah, tetapi tunggu! Apakah itu benar topi? Atau mungkin, sesuatu yang tersembunyi dalam bayang bentuknya?🤔
Jika kau lihat dengan hati seorang anak, bukan sekadar mata yang biasa, mungkin kau akan tahu. Ini bukan topi, kawan.
Ini seekor ular boa yang baru saja menelan seekor gajah! Namun, tanyakan pada orang dewasa, apa yang mereka lihat? Ah, mereka hanya akan menjawab, "Itu hanyalah topi."
Beginilah orang dewasa, selalu ingin kau mengukur, menghitung, menimbang—tak peduli pada hal-hal yang tak terlihat. "Jangan menggambar," kata mereka. "Pelajarilah ilmu ukur, pelajarilah hukum alam, pelajarilah tata bahasa!" Tapi, tidakkah mereka tahu, di balik garis sederhana itu, ada keajaiban yang hanya dapat dilihat oleh mata seorang anak.
Orang dewasa, ah, betapa rumitnya mereka! Tak pernah mereka memahami, bahwa tak semua yang indah bisa dijelaskan dengan angka dan kata-kata. Jika kau merasa dunia dewasa ini terlalu sempit untuk mimpimu, maka bacalah Pangeran Cilik. Dicintai banyak orang sejak pertama kali diterbitkan tahun 1943, The Little Prince karya Antoine De Saint-Exupéry adalah kisah dongeng menawan yang sarat akan makna. Di sanalah, di antara bintang-bintang, kisah ini dimulai—kisah seorang bocah yang meninggalkan planet kecilnya, berani mengarungi semesta luas, hanya untuk menemukan kebenaran tentang kehidupan, dan tentang kita, orang dewasa.
"On ne voit bien qu’avec le cœur."
— "It is only with the heart that one can see rightly."
Hanya dengan hati, segalanya tampak dengan benar.
Mata kerap tertipu, namun hati... hati selalu tahu.
Pertama kali aku mengenal Pangeran Cilik adalah di usia belia, ketika masih berseragam putih-merah. Setiap kali aku kembali membacanya, setiap kali pula aku jatuh cinta, lagi dan lagi. Sudut pandang yang dulu sederhana kini meluas menjadi makna yang mendalam. Begitu banyak adaptasi yang telah diciptakan—di panggung musikal, layar perak, hingga opera—membawa kisah ini melintasi waktu dan ruang, hingga diakui sebagai Buku Terbaik Abad ke-20 di Prancis. Dengan lebih dari 140 juta salinan yang tersebar di lebih dari 300 bahasa, kisah ini menjangkau hati-hati dari berbagai belahan dunia. Antoine de Saint-Exupéry, sang pengarang, lahir dari keluarga Prancis yang terpandang pada tahun 1900. Meski Le Petit Prince bukanlah otobiografi sepenuhnya, kisah ini tak terpisahkan dari perjalanan Saint-Exupéry sebagai seorang pilot. Ironisnya, Saint-Exupéry dan pesawatnya menghilang pada 31 Juli 1944, lenyap bersama langit yang selama ini begitu ia cintai, tanpa pernah ditemukan.
Le Petit Prince didedikasikan kepada sahabatnya, Léon Werth. Kata-kata pengabdian itu tercetak indah di halaman pertama buku ini.
Kali pertama membuka pias buku ini terlintas sebuah gambar sederhana— seekor ular boa yang menelan gajah, menyerupai topi. Gambar ini bukan sekadar coretan, tetapi pembuka dalam sebuah kisah, di mana penulis membawa kita kembali pada dunia anak-anak. Sebuah pengingat manis akan kepolosan kita dahulu, saat hidup begitu sederhana. Namun, seiring waktu, dunia orang dewasa mengubah segalanya.
Di tengah bentangan Gurun Sahara yang luas, seorang pilot terdampar setelah pesawatnya rusak. Dalam kesunyian malam, ia terlelap dengan kecemasan menghantui pikirannya. Saat fajar menyingsing, suara mengejutkannya—seorang anak kecil berdiri di hadapannya. “Tolong gambarkan aku seekor domba,” pinta anak itu, yang ternyata adalah Pangeran Cilik, penghuni asteroid B-612.
Hari-hari berlalu, dan sang pilot belajar tentang Pangeran Cilik, penghuni planet kecil yang bisa menyaksikan matahari terbenam hingga empat puluh tiga kali sehari. Di planetnya, ia merawat satu-satunya mawar, angkuh namun memikat. Meski cinta tumbuh, Pangeran Cilik merasa beban dan memutuskan pergi, mencari makna di luar sana. Dalam pencariannya, ia mengunjungi enam asteroid dan bertemu enam sosok dewasa yang mencerminkan wajah kemanusiaan, melakukan hal-hal yang dianggapnya ‘aneh dan bodoh.’
-
The King: penguasa yang merasa memiliki semua bintang, haus akan pengakuan (Chapter 10).
-
The Conceited Man: satu-satunya di planetnya yang ingin dihormati, meski tak ada orang lain di sekitarnya (Chapter 11).
-
The Drunkard: terjebak dalam lingkaran ketergantungan untuk melupakan rasa malu (Chapter 12).
-
The Businessman: menghitung bintang yang tak bisa ia rawat (Chapter 13).
-
The Lamplighter: patuh pada tugas meski tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
-
The Geographer: mencatat peta tanpa pernah menjelajahi.
0 komentar