Resensi buku Anak Rantau karya tulis A. Fuadi

Judul: Alam takambang jadi guru. Alam terkembang jadikan guru.

Semua orang pasti punya kampung halaman yang memiliki kisahnya tersendiri, baik tentang demdam-rindu, luka-obat, dan kekuatan memaafkan juga melupakan. “Anak Rantau” merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Ahmad Fuadi dan diterbitkan oleh PT Falcon di Jakarta. Cetakan pertama buku ini dicetak pada Juli 2017, dan cetakan kelima pada Maret 2018. Alumnus pondok modern Gontor, Unpad, University of London dan George Washington University ini pernah menjadi wartawan fi Tempo dan Voice of America (VOA).

 Di pondok Gontor dia bertemu para kiai dan guru yang menginspirasinya lahir dan batin. Pengalaman hidup nya selama 4 tahun di Gontor memberikannya inspirasi dalam menulis karya novel pertama nya yang berjudul “Negeri 5 Menara” yang terbit pada tahun 2009 dan menjadi buku trilogi bersama buku “Ranah 3 Warna” yang terbit pada tahun 2011, dan buku “Rantau 1 Muara” yang diterbitkan pada tahun 2013. Selain trilogi tersebut, ia juga menulis karya “Beasiswa 5 Benua” sebagai buku keempatnya yang terbit 1 tahun setelahnya.

Di meja tulis kayu, di depan jendela yang menghadap danau Como dengan latar gunung Alpen, Ahmad Fuadi mulai menulis draft novel ini beberapa tahun lalu. “Anak Rantau” merupakan buku kelima, yang berjumlah 370 halaman tebalnya. Buku dimana A.Fuadi menggambarkan anak smp berumur 15 tahun, Hepi, yang merantau akibat “dibuang”-merasa dibuang- oleh ayahnya di kampung halamannya, Minang.

“Laki-laki itu harus berani menanggung perbuatan sendiri. Jangan seenaknya bolos sekolah. Setiap kelakuan ada risikonya. Sekarang rasakan dulu hukuman kamu. Kalau memang mau ke Jakarta, boleh, tapi beli tiket sendiri kalau mampu.” 

Kalimatnya ayahnya itu memunculkan suatu amarah di dalam dirinya, juga keinginan untuk membuktikan. Kesana-kemari, ditinggalkan, usaha yang tandas seketika, tiba-tiba menjadi terkenal, terkhianati, hinggan perelaan nyawa, dan juga rasa rindu yang baru ia sadari. Banyak hal yang dilalui Hepi di kampungnya itu, yang membuat nya juga mengerti banyak hal.

Alur cerita ini mundur dari bagian puncak sehingga membuat suasana saat membaca pada awal- awal cerita menjadi tegang dan tiba tiba dicampurkan suasana yang santai di bab selanjutnya. Pada awal membaca tema cerita yang terlihat adalah petualangan, tetapi tidak disangka semakin kebelakang, muncul unsur unsur misteri yang membuat cerita perantauan ini dibumbui dengan misteri misteri yang ganjal di kampung halamannya. Bahasa yang digunakan ringan hingga mudah dipahami oleh semua yang membaca buku ini. Karakter-karakter dalam cerita dibangun dengan latar belakang masalah masing masing yang dikembangkan tanpa ada yang terlantarkan dan pada akhirnya berhubungan. 

Cerita petualangan Hepi di kampungnya minang, oleh A.Fuadi suka diselipkan Bahasa minang beserta artinya dan juga pada sampul bagian belakang terdapat sebuah peta denah yang membuat semakin bisa membayangkan suasana di sana lebih baik. Tetapi pada bagian akhir cerita, rasanya cerita menjadi lebih mudah ditebak, baik dari segi apa yang akan terjadi dan karakter yang akan muncul. Disamping itu, ending nya cukup dieksekusi dengan baik. Dari petualangan merantau di kampung, Hepi mulai mengerti pepatah yang ayahnya katakan sebelum pergi meninggalkannya. 

“Alam takambang jadi guru. Alam terkembang jadikan guru”

Bagi Hepi, alam terkembangnya adalah kampungnya, tempat dia bergurau rupa-rupa. Jakarta terasa semakin jauh, kampung terasa semakin dekat. Selain pepatah ayahnya, ia juga belajar banyak dari Padeka Luko, di kepalanya tergiang ngiang sepotong puisi yang dihadiahkan Pandeka Luko kepadanya. Mungkin saatnya dia ikuti.

Buku “Anak Rantau” ini membawakan wawasan tentang budaya dan adat istiadat yang ada di minang sana, A,Fuadi selaku penulis buku pun membawakan cerita dengan Bahasa yang mudah dipahami juga memperkenalkan sedikit sedikit Bahasa minang dengan menyelipkannya di percakapan antar karakter. Buku ini cocok sekali untuk penggemar genre petualangan, yang juga mengandung unsur misteri.