
I Can't Talk So Smoothly (Saya tidak bisa bicara dengan lancar)
-
Ditulis olehSavana Candid Nusantara
-
Dibuat tanggal
23 Jul 2024
-
Sekolah
Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Tangerang
Dari Kashiawazaki Yuta, Kita Belajar untuk Buang Perasaan Ragu, Karena Kamu Tidak Sendirian di Dunia Ini
Di dunia ini ada yang namanya kesulitan dan kemudahan. Kondisi ini seperti roller coaster, naik turun silih berganti. Kesulitan yang diimiliki setiap orang pasti berbeda-berbeda. Ada yang kesulitan untuk mengatur waktu, mengontrol tingkat emosionalnya, bahkan saat mempelajari berbagai hal baru.
Dalam bebersapa kasus, kesulitan biasa terjadi karena adanya rasa takut. Contohnya saja, Kashiawazaki Yuta, tokoh utama dalam cerita ini. Ia merasa sulit untuk berteman dengan anak-anak seusianya karena memiliki kondisi yang berbeda dengan mereka. Ia pun kerap merasa tidak percaya diri ketika ingin mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya.
POPLAR PUBLISHING CO. pertama kali menerbitkan novel berjudul I Can't Talk So Smoothly ini pada 3 Maret 2022. Naoya Shiino sang penulis, ternyata juga sempat mengidap kondisi yang sama dengan Yuta, yakni gagap.
Kashiwazaki Yuta pertama kali menyadari jika ia gagap ketika mementaskan drama saat usianya 6 tahun. Karena mengidap gagap, menjadi bahan tertawaan dan ejekan sudah menjadi makanan sehari-hari Yuta, sehingga ia menjadi kesulitan saat berteman.
“Pertama kali aku menyadari bahwa aku gugup adalah ketika mementaskan drama di usia 6 tahun. Dialogku hanya satu kalimat. Kalimat yang masih jelas kuingat sampai sekarang, selamat jalan, pangeran. Satu kalimat sederhana, dan aku gagal mengatakannya.”
Kenangan tentang penderitaan dan kesulitan yang diterimanya sangat berbeda dengan anak-anak kebanyakan. Kenangan pahit inilah yang ia simpan, ia merasakan, sulitnya keluar dari situasi ini.
Namun, semua itu berubah ketika ia melihat selebaran klub siaran radio di hari pertamanya masuk SMP. Yuta bertekad untuk mengubah hidupnya meskipun ia tahu rasanya tidak mungkin semulus itu, bukan?
Setelah bergabung ke klub, Yuta mulai menemukan teman pertamanya, Kobe Kaya. Hanya Kobe, Haruka-sang kakak, dan Tachibana, ketua klub radio yang mampu memberi keyakinan dan semangat penuh kepada Yuta untuk berubah dan berbicara dengan lancar. Saat itulah ia merasa, dia punya teman yang menemaninya.
Namun kesulitan kembali menghampiri Yuta ketika Bu Shina-wali kelasnya mendaftarkan dirinya dan Kobe untuk mengikuti kompetisi pidato tingkat kota. Yuta merasa tidak percaya diri dan tidak yakin dirinya akan berhasil, meskipun memiliki banyak pendukung. Pertengkaran dengan kakaknya pun terjadi.
Walaupun begitu, namun pada akhirnya Yuta berubah pikiran dengan mengikuti kompetisi tersebut bersama Kobe. Akankah ia berhasil tampil dengan sempurna? Atau ia akan mengacaukannya? Apakah ia akan membuat semua orang kecewa padanya?
Novel ini tentu saja secara tidak langsung memberi pesan kepada mereka yang juga mengalami demam panggung, takut untuk berbicara, mengekspresikan pendapatnya, atau bahkan gagap untuk terus mencoba dan berusaha untuk berubah.
Tak hanya tentang itu, dari novel ini kita juga mendapatkan apa arti keluarga dan teman dalam perjuangan kita dalam meraih mimpi. Disini, pembaca dapat merasakan pengalaman langsung dari sang penulis, yang sempat mengidap gagap. Tak mudah menjadi gagap, seperti terasing atau dianggap tidak mampu.
Berkat novel ini, kita bisa belajar arti dari sebuah perjuangan. Semua perjuangan dan usaha yang akan kita raih jika kita pantang menyerah, pasti ada hasilnya. Teruslah berusaha, raih-raih mimpimu dan jangan takut untuk mencoba hal-hal baru. Di setiap perjuangan, pasti selalu ada keluarga yang mendukung. Dan di setiap perjuangan, pasti ada teman yang senantiasa menemanimu sampai akhir dari perjuanganmu yang membuahkan keberhasilan. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.
Buanglah perasaan ragu dan berpikir positif. Pahamilah perasaan orang lain, tidak hanya mementingkan perasaanmu sendiri. Pekalah terhadap sekitarmu, karena kamu tidak sendirian di dunia ini.
0 komentar