
Ranah 3 Warna
-
Ditulis olehAhmad Ramadhan Al Muthohari
-
Dibuat tanggal
29 Jul 2024
-
Sekolah
SMP Pesantren IMMIM Makassar
Buku kedua trilogi Menara, Ranah 3 Warna, pertama kali terbit pada tahun 2011 oleh PT Gramedia dan ditulis oleh A. Fuadi. Memiliki 473 halaman dan ukuran 13 x 19,5 cm, novel ini menceritakan bagaimana kehidupan seorang Alif Fikri selepas merantau ke Pondok Madani. Mulai dari mengikuti ujian persamaan SMA sampai tinggal di Kanada. Perjalanan Alif terinspirasi oleh penulisnya sendiri, A. Fuadi, yang merupakan mantan wartawan Tempo dan VOA dan penerima 8 beasiswa luar negeri. Karya tulisan lain A. Fuadi antara lain Buya Hamka, Anak Rantau, dan Rantau 1 Muara.
Ranah 3 Warna dimulai dengan Alif dan Randai sedang memancing ikan. Bosan, mereka memulai lomba memancing. Alif yang belum mendapat seekor ikan dan Randai yang sudah menangkap 3 ikan. Randai bertanya kepada Alif kalau dia masih ingin menjadi Pak Habibie, Alif tahu pertanyaan ini akan keluar. Meski begitu, perasaannya masih tertikam. Alif meninggalkan Randai dengan tekad untuk membuktikan bahwa lulusan pondok seperti dirinya pun bisa lolos kuliah tanpa harus masuk SMA.
Ayah Alif memberi formulir yang harus diisi untuk ujian persamaan SMA. Dalam waktu 2 bulan itu Alif bagai seorang biksu yang bertapa. Dia tidak pernah keluar kamar kecuali makan dan buang air, dan hanya belajar di dalam. Alif lolos ujian persamaan SMA, walau dengan nilai 6,5. Setelah membaca buku SMA dalam kurun waktu yang lama, semangat Alif untuk tetap belajar mulai memudar, diganti dengan rasa kantuk, lelah, dan bosan tak karuan. Ayah datang membawa tabloid bola yang berisi jadwal piala Eropa dan kerupuk singkong sebagai selingan Alif Ketika istirahat, yang langsung dibabat sampai habis.
Hari UMPTN telah tiba dan Alif menyadari bahwa banyak soal yang dia sama sekali tidak tahu jawabannya. Ia hanya percaya diri pada mata ujian bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, sisanya hanya Tuhan dan pensil 2Bnya yang tahu. Sesudah menunggu setengah jam, bus pembawa koran hari ini yang berisi pengumuman hasil UMPTN tiba dan diambil oleh Ayah Alif, membentangnya lebar-lebar. Alif lulus. Alif mengambil jurusan Hubungan Internasional di Universitas Padjajaran dan akan segera meninggalkan Pulau Sumatra untuk merantau di Jawa sekali lagi.
Banyak sekali mutiara-mutiara yang bertebaran dibuku ini. Disertai Bahasa yang mengalir seperti air, dibalut dengan keragaman budaya Minang dan sesisip aliran filosofis. Alur yang disampaikan tidak sulit dan memusingkan sehingga mudah dicerna. Meskipun tidak membaca buku pertama trilogi, ceritanya masih bisa dibaca. Bahkan dalam buku ini terdapat ilustrasi peta kota Quebec di Kanada, Amman di Yordania, dan kota Bandung. Meski begitu, banyak pelajaran hidup di novel ini yang terasa agak dipaksakan.
Secara ringkas, buku ini sangat enak dibaca dan encer di otak. Perjuangan Alif sebagai mahasiswa di rantau dan pekerja sampingan sebagai penulis tentu bisa memanggil semangat mahasiswa-mahasiswa lain yang sedang mengalami masalah hidup untuk terus berusaha pantang menyerah. Novel ini sangat saya suka dan saya menyarankan orang lain untuk membacanya, sekaligus dengan trilogi Menara untuk meluaskan wawasan ke jenjang selanjutnya.
2 komentar
Sangat menginspirasi sekali resensinya, bagus sekali.. Otw cari buku di perpustakaan sekolah
Sangat menginspirasi sekali resensinya, bagus sekali.. Otw cari buku di perpustakaan sekolah