book

Romansa STOVIA

0
  • book
    Ditulis oleh
    Wardah Hasanah
  • Dibuat tanggal
    11 Sep 2024
  • Sekolah
    SMA Madina Citra Insani

Pendahuluan

Salah satu buku terbitan terbaru dari penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) yaitu Romansa STOVIA, dapat menjadi pilihan yang tepat bagi pecinta sejarah di tanah air. Mengangkat sejarah melalui sekolah kedokteran pertama di Indonesia, yakni School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau sekolah dokter yang awalnya bernama Sekolah Dokter Jawa. Besar harapan Sania Rasyid, sebagai penulis Romansa STOVIA, guna mewujudkan niatnya untuk menanamkan pendidikan sejarah Indonesia kepada generasi muda melalui suka duka empat sekawan ketika menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera pada masa Hindia Belanda, tepatnya di awal abad ke-20, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia didapatkan.

Dalam penulisan buku ini, penulis tidak lepas dari riset mendalam yang dilakukan selama tiga setengah tahun guna memperoleh tambahan data yang mendukung. Penulis kerap beberapa kali mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional (STOVIA) dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk pendalaman terkait dunia kedokteran. Selain itu, penulis juga membaca buku-buku tentang kedokteran, dari mulai buku anatomi, patologi, hingga ilmu bedah sehingga penulis berhasil menyelesaikan naskah Romansa STOVIA ini menjadi buku fisik sekaligus karya ketiganya. 

Adapun konteks sejarah yang meliputi isi buku ini, antara lain, peristiwa gempa bumi yang terjadi di Wonosobo pada 9 November 1924, flu Spanyol tahun 1918 yang banyak memakan korban jiwa di Indonesia, sejarah singkat Istana Buitenzorg (saat ini dikenal Istana Bogor), dan masih ada beberapa konteks sejarah abad ke-20 yang akan pembaca temukan dalam buku Romansa Stovia ini.

Sinopsis

"Saat Tuan membedah jenazah, siapa pun orang yang mati itu, berkulit putih atau hitam, beragama apa pun, apakah isi tubuh mereka berbeda? Kita, manusia, semua mempunyai darah, susunan saraf, tulang, dan organ tubuh yang sama. Jadi intinya, kita ini semua sama. Sama-sama manusia. Namun, mengapa di sini kami diperlakukan tidak adil?” 

Batavia 1918. Yansen, pemuda Minahasa, hendak mewujudkan mimpi menjadi dokter di tanah air sendiri. Bersama Hilman pemuda Sunda, Sudiro pemuda Jawa, dan Arsan pemuda Minang, Yansen menemukan ikatan persahabatan di STOVIA. Namun, kesenjangan budaya dari latar belakang etnis yang berbeda tidak dapat terhindarkan dan sangat nyata terlihat di langit-langit STOVIA. Bagaimana empat sekawan itu saling mendukung kala mereka menghadapi masalah hidup masing-masing. Hingga suka duka dalam menempuh pendidikan dokter selama sembilan tahun? Manakah yang harus mereka pilih? Cinta, sahabat, atau kebanggaan menjadi dokter pada suatu hari nanti?

Analisis

Romansa STOVIA, dengan judul buku yang menggunakan kata ‘romansa’, bukan berarti buku tersebut didominasi kisah romantis para tokoh di dalamnya. Melainkan, sesuai dengan yang diatur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘romansa’ berarti kisah prosa yang berciri khas tindakan kepahlawanan, kehebatan, dan keromantisan dengan latar historis atau imajiner. 

Buku dengan tema persahabatan, pendidikan, perjuangan, serta sejarah ini komplet dengan adanya susunan bab (daftar isi) yang dapat membantu pembaca untuk mencari bab tertentu. Buku Romansa STOVIA menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal “Aku”, dengan Yansen sebagai tokoh utama. Selain itu, buku ini dikemas dalam gaya bahasa sastra yang penuh kiasan, tapi sangat ringan dan mudah dimengerti. Sehingga, target pembaca memang dikhususkan untuk mahasiswa, seperti halnya yang direkomendasikan si penulis. Meskipun demikian, buku ini masih bisa dibaca oleh khalayak umum yang sudah berusia tujuh belas tahun ke atas. 

Pemilihan empat tokoh dengan latar suku yang berbeda-beda, sebenarnya memiliki makna dibaliknya. Dimana, pada saat itu, mayoritas siswa di STOVIA berasal dari Minangkabau, Jawa, Manado, Ambon, dan Sunda. Dari perbedaan suku, agama, dan etnis yang berbeda tersebut, dapat diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari kita, bagaimana seharusnya sikap yang harus kita ambil dalam menyikapi perbedaan dengan rasa toleransi yang tinggi. Seperti gambaran para keempat tokoh yang saling menghormati  satu dengan lainnya dan juga saling membantu tatkala menghadapi kesenjangan budaya di STOVIA pada dua dekade abad ke-20 silam.

Evaluasi

Dikemas dengan gaya penulisan sastra yang mengalir bebas di imajinasi pembaca, buku Romansa STOVIA ini sukses membuat para pembaca seolah-olah diajak menjelajahi Hindia Belanda. Mulai dari Batavia, Manado, Buitenzorg, Padang, hingga Purworejo. Selain itu, keunggulan lain dari buku ini terdapat pada penggunaan beberapa kata atau kalimat yang merupakan istilah-istilah tempo dulu sehingga dapat menambah perbendaharaan kosakata pembaca, seperti nama kota dengan contoh ‘Buitenzorg’ yang merupakan sebutan untuk kota Bogor pada masa Hindia Belanda. Adapun penulisan judul salah satu bab yang menggunakan kata-kata yang sudah tidak lazim digunakan saat ini, seperti kata ’pakansi’ yang bermakna libur. 

Penjelasan tentang diskriminasi budaya disampaikan cukup detail, sehingga para pembaca dapat disadarkan dengan fakta kesenjangan budaya yang sangat nampak di STOVIA pada masa itu. Seperti contoh, teruntuk mahasiswa Jawa, tidak diperkenankan menggunakan sepatu selama di lingkungan STOVIA dan adanya larangan bagi mahasiswa beragama Islam untuk merayakan hari raya Idulfitri dan Iduladha, serta tidak diperkenankan bereuforia ketika sedang berpuasa. 

Kekurangan dari buku Romansa STOVIA terdapat pada alurnya yang dominan tidak konsisten sehingga membuat beberapa pembaca yang tidak terbiasa dengan alur seperti itu menjadi bingung. Selain itu, konteks sejarah yang disajikan untuk memperkenalkan STOVIA masih terkesan kurang mendalam. Hal tersebut dapat mematahkan ekspektasi pembaca yang mengharapkan pengetahuan lebih tentang dunia kedokteran STOVIA karena buku ini condong kepada tema persahabatan.

Penutup

Secara keseluruhan, Romansa STOVIA sangat cocok bagi para pembaca yang menyukai genre historical-fiction, dengan alur cerita yang terkesan ringan, dan mudah mengalir di imajinasi pembaca. Selain itu, buku tersebut juga tidak sekadar menghibur, melainkan juga mengedukasi para pembaca yang mungkin belum mengetahui lembaga bernama STOVIA, padahal perlu diketahui fakta bahwa STOVIA sendiri adalah cikal bakal dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dengan kehadiran buku ini, diharapkan juga dapat menambah semangat para generasi muda, untuk terus berkarya dalam membangun bangsa Indonesia untuk kedepannya meskipun berbagai rintangan harus dilalui. 

 

Judul Buku Romansa STOVIA
Penulis Sania Rasyid
ISBN 978-623-134-208-9
Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi 2024
Penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Jumlah Halaman 353

0 komentar

Buat komentar