
Jeda dan Spasi
-
Ditulis olehNASHWA NAWRA PUTRI
-
Dibuat tanggal
15 Oct 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 4 MATARAM
Tom adalah seorang siswa SMA yang terkenal dengan wajah tampan dan kenakalannya. Di sekolah, dia selalu menjadi pusat perhatian, baik dari teman-teman perempuan maupun dari guru-guru yang geram dengan ulahnya. Meski banyak orang yang menyukai karismanya, Tom memiliki sisi pemberontak yang membuatnya sering terlibat masalah. Dia dikenal sebagai sosok yang sulit diatur, selalu menemukan cara untuk melanggar peraturan tanpa terlalu banyak konsekuensi.
Namun, kali ini situasinya berbeda. Satu kesalahan besar yang dia lakukan membuatnya mendapatkan hukuman berat dari sekolah. Hukuman ini bukan hukuman biasa seperti membersihkan toilet atau berdiri di depan kelas. Ini adalah hukuman yang benar-benar membuatnya tidak bisa bergerak bebas, sebuah tekanan yang mengurung kebebasannya. Tetapi, sebagai Tom, dia tidak pernah diam begitu saja. Dia selalu berpikir bagaimana caranya untuk keluar dari masalah atau setidaknya, melakukan balas dendam dengan cara yang cerdik.
Di tempat lain, ada Karen, seorang gadis yang sangat berbeda dari Tom. Karen adalah siswi yang dikenal sebagai "si antisocial." Dia jarang berbicara dengan siapa pun, selalu menyendiri, dan tidak pernah terlibat dalam kegiatan sekolah. Rambutnya yang sedikit berantakan dan wajahnya yang dingin membuat orang-orang segan untuk mendekatinya. Tidak ada yang tahu banyak tentang Karen, kecuali bahwa dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan membaca buku sendirian daripada berbicara dengan orang lain.
Karen seringkali bolos kelas, namun anehnya, tidak ada satu pun guru yang menyadarinya. Dia memiliki kemampuan untuk menyelinap keluar kelas tanpa ketahuan. Dalam pikirannya, dia selalu berharap bisa berada di tempat lain—sebuah tempat yang tenang, jauh dari kebisingan dunia sekolah. Dia membayangkan sebuah ruangan kecil, di mana hanya ada dirinya sendiri, dengan cahaya yang menyusup melalui celah-celah jendela, memberi cukup penerangan untuk membaca. Di tempat itu, tidak ada suara, tidak ada gangguan, hanya dia dan buku-bukunya.
Sayangnya, kenyataan tidak seindah harapan. Saat ini, Karen duduk di meja makan di rumahnya, mendengarkan ibunya yang sedang mengomel tanpa henti. Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, ibunya memulai hari dengan omelan. Alasannya sederhana: Karen terlalu cuek dan tidak merespons percakapan antara ibunya dan kakaknya, Celia. Menurut ibunya, sikap Karen adalah bentuk ketidaksopanan dan permusuhan yang tidak pantas ditunjukkan, terutama saat ayah mereka sedang berada di luar negeri untuk tugas dinas. Rumah menjadi tempat yang semakin tidak nyaman bagi Karen. Namun, Karen sudah terbiasa. Dia hanya duduk diam, mendengarkan sambil berandai-andai berada di tempat yang dia inginkan—jauh dari segalanya.
Di sekolah, bel berbunyi lima kali. Suara yang menandakan dimulainya jam pelajaran dan juga akhir hari sekolah. Bagi sebagian siswa, suara ini bisa berarti pembebasan atau malah hukuman, tergantung pada kapan mereka mendengarnya. Hari ini, bagi Tom, suara bel itu seperti pertanda buruk. Tom terlambat datang ke sekolah. Dia berlari tergesa-gesa dari area parkir menuju gerbang sekolah, berharap masih bisa masuk tanpa masalah. Namun sayang, larinya tidak cukup cepat.
Sesampainya di gerbang, Tom langsung menyadari nasib buruk menimpanya. Guru piket yang bertugas hari ini adalah Pak Badrun, guru Fisika sekaligus wali kelasnya yang paling dia benci. Pak Badrun terkenal sangat disiplin dan tidak pernah berkompromi soal keterlambatan. Tom sudah tahu ini akan menjadi hari yang buruk. Pak Badrun, dengan senyuman kecil yang sangat tidak menyenangkan, menatap Tom sebentar sebelum memberikan tatapan galak. Tom menghela napas dalam hati, memaki dalam pikirannya.
"Kenapa harus dia yang bertugas hari ini?" pikir Tom kesal. Tidak ada jalan keluar. Pulang bukan pilihan karena ayahnya sedang ada di rumah, dan berurusan dengan ayah jauh lebih rumit daripada menghadapi Pak Badrun. Ayah Tom sangat keras soal disiplin, dan jika dia tahu Tom pulang lebih awal karena masalah di sekolah, hukuman di rumah akan jauh lebih buruk. Dengan terpaksa, Tom mengikuti perintah Pak Badrun, memasuki sekolah dengan kepala tertunduk, mencoba menahan kekesalannya.
Di dalam sekolah, Tom merasakan beban berat hari itu. Suasana kelas, tatapan teman-temannya, dan bayang-bayang hukuman dari Pak Badrun terus menghantui. Meski terkenal sebagai anak nakal, Tom sebenarnya cukup cerdas, hanya saja sikap pemberontaknya sering kali menghalangi potensinya. Dia tahu hari ini akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan, tetapi dalam hati kecilnya, dia sudah mulai merencanakan sesuatu untuk membalas keadaan.
Kelebihan:
1. Bahasa yang Sehari-hari: Kelebihan utama novel ini adalah bahasa yang digunakan sangat ringan dan mudah dipahami. Penulis mampu menciptakan dialog dan narasi yang terasa alami, mirip dengan percakapan sehari-hari para remaja. Hal ini membuat cerita lebih mudah diakses oleh pembaca dari berbagai kalangan, terutama remaja yang menjadi target utama novel ini.
2. Humor yang Menghibur: Meskipun tema utama novel ini mencakup konflik dan masalah pribadi, elemen humor yang dimasukkan oleh penulis mampu meringankan suasana. Beberapa adegan atau dialog berhasil membuat pembaca tertawa, menghilangkan sedikit ketegangan dari cerita utama.
3. Motivasi dan Pesan Positif: Terlepas dari sifat kenakalan Tom dan sikap acuh Karen, novel ini juga menyampaikan pesan-pesan motivasi. Pembaca diajak untuk tidak menyerah dalam menghadapi masalah, mencari cara untuk bertahan, dan terus melangkah meskipun keadaan tidak selalu ideal. Ada dorongan bagi pembaca untuk melupakan dendam dan fokus pada hal-hal positif dalam hidup.
Kekurangan:
1. Bahasa yang Kurang Pantas di Beberapa Bagian: Meski bahasa sehari-hari membuat cerita lebih mudah dipahami, ada beberapa penggunaan kata atau ungkapan yang mungkin dianggap kurang pantas bagi sebagian pembaca, terutama mereka yang lebih konservatif. Bahasa gaul yang digunakan terkadang kurang dipahami oleh semua pembaca
2. Klimaks yang Kurang Menggigit: Puncak cerita atau klimaks novel ini terasa kurang kuat. Momen-momen yang seharusnya memberikan dampak emosional lebih besar terasa datar dan tidak memberikan kejutan yang signifikan. Hal ini bisa membuat pembaca merasa kurang puas saat cerita mencapai titik puncaknya.
Saran:
Novel ini memiliki potensi besar untuk menjadi lebih baik jika beberapa aspek dikembangkan lebih lanjut. Pertama, penggunaan bahasa sebaiknya lebih diperhalus agar tetap menarik tanpa menyinggung pembaca yang lebih sensitif. Selain itu, klimaks cerita perlu diperkuat, sehingga memberikan dampak emosional yang lebih mendalam dan memuaskan. Dengan begitu, cerita ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pembelajaran yang baik bagi pembacanya.
Secara keseluruhan, novel ini masih layak dibaca oleh remaja karena gaya bahasanya yang ringan dan ceritanya yang menghibur, namun sedikit penyempurnaan akan membuatnya jauh lebih berkesan.
0 komentar