
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
-
Ditulis olehStella D'avrilya Khasanah
-
Dibuat tanggal
25 Aug 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI
Resensi buku Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye
“Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” merupakan sebuah novel karya salah satu penulis kebanggaan Indonesia yang langganan menulis buku National Best Seller termasuk novel ini yang juga menjadi salah satu buku National Best Seller. Tere Liye, penulis bernama asli Darwis ini lah yang menulis novel ini dan novel ini resmi diterbitkan pertama kali pada tahun 2010 oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel dengan 264 halaman ini, sudah dicetak lebih dari 35 kali dan sudah berganti cover novel sebanyak 3 kali.
Tere Liye mulai menulis buku sejak tahun 2005 dengan karya pertamanya “Hafalan Shalat Disa” dan karya terbarunya yaitu “ILY - Serial Bumi #15” Sedangkan “Daun yang Tak Pernah Membenci Angin” sendiri merupakan karya ke-sebelasnya. Selain hobi nangkring di rak National Best Seller, beberapa karyanya bahkan sampai diangkat ke layar lebar seperti “Hafalan Sholat Disa” dan juga “Bidadari-Bidadari Surga”.
“Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” ini menceritakan seorang pengamen kecil yang bertemu malaikat penyelamat hidupnya. Tania, gadis kecil yang harus putus sekolah dan pergi mengamen bersama adik laki lakinya, Dede sepanjang hari setelah 3 tahun yang lalu kematian ayah mereka. Tania, Dede dan Ibunya harus tinggal di rumah kardus dipinggir sungai karena kesulitan ekonomi yang mereka alami. Sampai akhirnya, mereka bertemu sosok malaikat dalam hidup mereka, Om Danar namanya. Dia merengkuh Tania, Dede serta Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin. Dia memberikan makan, tempat berteduh, hingga membiayai sekolah Tania dan juga Dede. Dia juga memberikan kasih saying dan perhatian tanpa mengharap imbalan apapun.
Semua itu bermula saat kaki tania tertusuk paku saat mengamen di bus kota, dan ditolong olehnya. Semenjak itu kehidupan keluarga Tania berubah menjadi lebih baik. Sayangnya, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama, Ibu mmeninggal dunia di saat Tania baru menginjak usia 13 tahun dan Dede baru 8 tahun. Kehidupan mereka sepenuhnya di tanggung Om Danar paska kepergian Ibunda mereka. Bahkan Tania bersekolah di Singapura dari SMP hingga duduk di bangku perkuliahan. Namun, perasaan kagum, terpesona yang bahkan sudah ada sejak rambut Tania masih di kepang dua itu berubah menjadi perasaan cinta layaknya perempuan dan laki laki pada umumnya. Tania benar benar membiarkan perasaannya terus mekar, meskipun Tania tahu bahkan jika Om Danar tahu tentang perasaannya, Om Danar akan menganggap Tania sebagai adik yang tidak tau diri. Dan pada akhirnya Tania memilih untuk menjauh dari kehidupan dia, berusaha menghilangkan perasaannya, dan mencari kebahagiaannya di Singapura. Meninggalkan dia dan masa lalunya.
Novel yang satu ini bergenre romantis dan bertema penerimaan dan keikhlasan. Alur yang dipakai oleh Tere Liye untuk novel ini adalah alur campuran, hal ini bisa dilihat dari awal novel yang dibuka dengan penggambaran Tania di toko buku terbesar di Singapura dilanjutkan dengan awal mula pertemuan Tania dengan Danar dan di beberapa bagian akan kembali lagi saat Tania berada di toko buku tersebut. Dengan gaya bahasa yang sederhana tetapi penuh makna, dalam setiap kalimatnya mampu membawa pembaca masuk ke kehidupan Tania. Selain itu, Tere Liye sangat piawai dalam menggambarkan emosi dan perasaan tokoh-tokohnya membuat pembaca seolah-olah mengalami apa yang terjadi pada setiap tokoh.
Judul “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” sendiri merupakan metafora untuk menggambarkan sikap Tania yang menerima segala sesuatu dalam hidupnya dengan lapang dada. Seperti daun yang jatuh, tidak pernah menyalahkan angin yang membuatnya jatuh. Tania tidak memiliki dendam dan kebencian apapun saat menerima setiap cobaan dan tantangan dalam hidupnya. Ini adalah pelajaran hidup yang sangat berharga yang disampaikan oleh Tere Liye melalui karakter Tania. Novel ini juga berpesan bahwa tidak semua yang kita inginkan dapat terjadi dan kita tidak boleh memaksakan kehendak, kita juga tidak boleh menyalahkan keadaan atas apa yang terjadi pada kita.
Secara keseluruhan novel ini menarik untuk dibaca. Selain dari alur ceritanya, penulisan novel ini juga sangat menarik karena Tere Liye menambahkan teks percakapan melalui chatting/texting. Tere Liye juga berhasil menyampaikan pesan-pesan moral yang dalam melalui cerita yang sederhana tetapi menyentuh. Pembaca diajak untuk merenungkan tentang arti penerimaan, keikhlasan, dan pengorbanan dalam hidup.
0 komentar