book

Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut

0
  • book
    Ditulis oleh
    Tabitha Rianty Putri
  • Dibuat tanggal
    18 Jul 2024
  • Sekolah
    SMP Negeri 15 Semarang

Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut merupakan buku ke-10 Dian Purnomo yang diterbitkan pada tahun 2023 oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. Gaya ilustrasi sampul buku ini mirip dengan buku terpopuler Dian Purnomo, "Perempuan Yang Menangis Kepada Bulan Hitam."

Perempuan Yang Menunggu Di Lorong Menuju Laut berlatar belakang pada pulau kecil di pesisir Sulawesi Utara, Pulau Sangihe. Buku ini sendiri terinspirasi dari pengalaman Dian Purnomo saat berada di Pulau Sangihe.

Menurutmu, apa artinya merdeka? Berdasarkan KBBI merdeka memiliki 3 makna yaitu Pertama, merdeka memiliki makna bebas dari belenggu ataupun penjajahan. Makna kedua adalah tidak terkena, atau lepas dari berbagai tuntutan. Dan makna ketiga dari merdeka ialah tidak terikat, tidak bergantung pada pihak atau orang tertentu, dan leluasa. Secara legal, Indonesia sudah merdeka pada tahun 1945. Sayangnya, tidak semua daerah merasakan "kemerdekaan" secara harfiah. Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut menguak perjuangan masyarakat yang hidup di Pulau Sangihe, melalui perjuangan Shalom, Santiago dan masyakarat lainnya, akankah mereka mendapatkan kemerdekaan mereka yang sesungguhnya?

Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut ditulis dengan sudut pandang Mirah, karyawan YSA (Yayasan Sayangi Alam) yang diminta menggantikan Arezka, koordinator Kepulauan Sangihe. Di Sangihe, Mirah bertemu dengan Shalom Mawira, karyawan YSA Kepulauan Sangihe sekaligus perempuan asli Sangir (suku asli Sangihe). Novel ini menceritakan tentang perjuangan Shalom dan masyarakat Sangie untuk melawan perusahaan biongo (bodoh) yang bersikeras untuk menambang Sangihe, namun perbuatan tersebut akan merusak alam Sangihe dan merugikan orang Sangir, seperti apa yang terjadi pada satu kampong yang sudah habis ditambang, tidak ada air bersih, semua ikan mati. Perjuangan masyarakat Sangihe tak main main, Shalom, Berto dan Eben bahkan sempat harus dipenjara usai kalah dalam persidangan. Buku ini banyak membahas tentang bagaimana alam Sangihe turut bereaksi terhadap apa yang manusia lakukan, seperti pada adegan putting beliung yang hanya menghancurkan satu rumah karena rumah tersebut berisi seorang Ayah dan Anaknya yang menjalin hubungan inses. Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut banyak mengungkap susahnya perjuangan wanita untuk mempertahankan apa yang mereka punyai, seperti apa yang terjadi pada Mirah dan Shalom. Jika kita mengingat pada sejarah Indonesia pun, aktivis wanita sering kali berakhir naas. Selain mengenai perjuangan membebaskan Sangihe dari perusahaan biongo, Shalom juga mengalami denial lantaran Ayah Shalom tidak pernah kembali usai pamit pergi mencari ikan. Semua orang menganggap Ayah Shalom sudah meninggal, tapi Shalom menganggap Ayahnya hanya tersesat. Hal itu juga mempengaruhi semangat Shalom dalam mempertahankan Sangihe.  Gaya kebahasaan dalam cerita ini merupakan bahasa baku dengan dialog aksen Bahasa Manado, dalam pembelian buku ini termasuk juga pembatas buku yang lebarnya hampir sama dengan lebar buku, pembatas tersebut berisi kamus kecil Bahasa Manado beserta artinya (glosarium). Dalam setiap babnya, terdapat ilustrasi kecil di ujung halaman, pada akhir bab seringkali terdapat dokumentasi kegiatan di Sangihe, mengingat novel ini dikarang berdasarkan pengalaman pribadi Dian Purnomo.

Glosarium dalam bentuk pembatas buku merupakan inovasi yang unik dan berkesan, baru kali ini saya menemukan yang seperti ini. Sayangnya, glosarium tersebut masih kurang lengkap, ada beberapa kata yang lupa dijelaskan dalam glosarium maupun pada akhir halaman sehingga saya kebingungan saat membacanya. Saat membaca novel ini, saya pribadi mengalami reading slump karena perjuangan Shalom dan masyarakat Sangir sangat berat, terlebih lagi pada bagian Mirah diduga dilecehkan oleh songko (manusia yang dirasuki roh jahat). Bagi saya, alur cerita Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut sangat realistis dan memuaskan ekspektasi saya. Masih ada beberapa hal yang mengganjal seperti pada bagian Mirah "dilecehkan" tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Saya berharap kedepannya kalau ada terbitan terbaru, glosarium yang ada dapat disempurnakan lagi.

Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut berhasil disajikan dengan sempurna oleh Dian Purnomo, saya sedikit banyaknya puas meskipun dalam membacanya sempat mengalami gangguan. Dari skala 1-10 saya memberikan buku ini 7,5 point. Buku ini cocok untuk dibaca siswa SMA maupun Mahasiswa yang menyukai cerita tentang perjuangan masyarakat/aktivis melawan ketidak-adilan hukum.

Judul Buku Perempuan Yang Menunggu di Lorong Menuju Laut
Penulis Dian Purnomo
ISBN 978-602--06-7300-4
Bahasa Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi Oktober, 2023
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman 288

0 komentar

Buat komentar