
Pergi
-
Ditulis olehElvira Raisya Julfi
-
Dibuat tanggal
30 Jul 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 3 SAMARINDA
Judul: Tarian di atas Tahta
"Bagi orang-orang itu, dunia adalah taman bermain. Dan mereka akan menari di atas tahta mereka seolah dunia kekal selamanya."
Buku keempat dari serial aksi, Pergi terbit pada tahun 2018 dari penerbit Republika, lalu pindah ke penerbit Sabak Grip Nusantara bersama buku Tere Liye lainnya. Buku yang mengambil sudut pandang orang pertama ini memiliki tebal 442 halaman dan dimensi buku 20 CM. Novel dengan ISBN 9786239554514 ini dapat kamu temukan di toko buku offline maupun online dengan harga Rp89.000 di pulau Jawa.
Setelah menyelesaikan novel Pulang, pembaca tentu akan langsung mencari kelanjutan dari cerita tersebut. Dan Pergi adalah jawaban dari pencarian itu. Pergi adalah buku keempat di serial aksi, buku ini memiliki tokoh utama yang sama dengan novel Pulang, alias Bujang atau yang lebih dikenal sebagai Si Babi Hutan, penyelesai konflik tingkat tinggi di keluarga Tong yang sekarang telah menjadi Tauke Besar. Selain itu di sini juga diceritakan tentang kisah masa lalu Samad.
Pergi mengisahkan tentang perjalanan Si Babi Hutan, anak pedalaman bukit barisan yang telah jauh sekali bermain hingga ke taraf internasional. Kali ini dia tidak lagi bermain sebagai Si Babi Hutan, melainkan Tauke Besar, puncak kekuasaan salah satu keluarga shadow economy dunia, Tong. Dengan ratusan anak buah yang membutuhkan perannya sebagai pemimpin, dia dihadapkan dengan pertanyaan besar. Kemana dia akan membawa keluarga Tong dan dirinya pergi?
Di dunia ekonomi bayangan, terang dan gelap dipisahkan oleh dinding tipis yang bahkan hampir transparan. Kendati demikian, Bujang ingin meneruskan misi Tauke Besar terdahulu yakni membawa keluarga Tong ke sisi yang lebih terang, dengan segala kehormatan petarung yang tidak pernah berkhianat atau ingkar janji. Namun sayangnya, badai telah menunggu Bujang di depan sana, menghalangi dirinya untuk membawa pergi dirinya dan Tong ke sisi yang lebih terang.
Siapa sangka pemuda pedalaman itu memiliki seorang kakak di luaran sana. Hasil dari pernikahan Samad dengan istri pertamanya saat Samad masih menjadi kepala tukang pukul keluarga Tong yang pernah menjalani hidup flamboyan.
Masa kepemimpinan Bujang juga dihadapkan dengan perang antar keluarga shadow economy. Badai tersebut memaksa Bujang untuk membentuk aliansi dengan dua keluarga shadow economy lainnya. Keluarga Yamaguchi di Jepang dan Bratva di Rusia. Di bawah kepemimpinan Bujang, mereka meluluhlantakkan Guadalajara, Makau, Beijing, dan Hong Kong.
Jauh sekali pemuda pedalaman itu berlari.
Novel Pergi berisikan pembahasan yang berat mengenai pengkhianatan, peperangan, dan keserakahan. Namun Tere Liye berhasil mengeksekusi cerita tersebut dengan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Bukan hal yang sulit untuk memahami isi novel ini bahkan bagi remaja seperti saya. Novel dengan sudut pandang pertama ini memiliki alur maju-mundur, di mana kilas balik tentang kisah masa lalu Samad akan diceritakan melalui surat-surat yang dikirimkan oleh Diego kepada rumah lama milik Samad dan Catrina, istri pertamanya.
Pergi bukan hanya bertutur tentang peperangan antar penguasa. Melainkan tentang kisah-kisah kehidupan, tentang makna-makna kehidupan yang diceritakan oleh Salonga—guru menembak Bujang, dan Tuanku Imam—kakak dari Mamak Bujang. Kedua tokoh tersebut memegang kunci penawar gundah gulana yang dirasakan oleh Bujang sejak awal cerita.
Selain itu, Pergi juga menceritakan tentang para penguasa yang beranggapan bahwa dunia adalah taman bermain bagi mereka. Mereka beranggapan di dunia yang tidak lebih dari taman bermain ini, mereka harus menggapai kebahagian, walau kebahagiaan itu mengharuskan mereka menjadi serakah.
Kelebihan dari Pergi dapat dilihat dari kepiawaian penulis untuk membangun alur dari awal hingga akhirnya pecah di adegan peperangan ketiga keluarga melawan penguasa di atas penguasa—Master Dragon yang bertahta atas Hong Kong dan sekitar. Pembaca dapat merasakan situasi mencekam peperangan yang terjadi di negara-negara yang berbeda melawan orang yang berbeda pula. Bedebah melawan bedebah, tidak sedikit orang yang menyukai cerita demikian.
Berbeda dengan novel Pulang yang sarat akan perjuangan Tauke Besar terdahulu untuk membawa Tong berlari dari ibu kota provinsi hingga ibu kota negara serta kisah awal Bujang dapat dibawa oleh Tauke Besar, Pergi memiliki sedikit percikan kisah cinta antara Samad, Catrina, dan Midah, juga kisah masa lalu Samad sebelum dia lumpuh karena penyerangan yang terjadi di keluarga Tong saat dia masih menjadi kepala tukang pukul. Percikan kisah cinta itu tentu menambah bumbu-bumbu dramatis di cerita tersebut.
Di novel ini juga kita dapat melihat sisi lain dari Bujang sebagai seorang pemimpin, bagaimana dia yang dahulu adalah manusia yang senang hidup bebas tanpa belenggu, mau tidak mau harus terbelenggu di atas tahtanya sendiri sebagai Tauke Besar setelah Tauke Besar terdahulu wafat karena pengkhianatan yang dilakukan oleh salah satu tukang pukul berpengaruh di keluarga Tong.
Ketika orang lain bermimpi mengangkangi dunia, Bujang lebih memilih hidup bebas di belakang bayang-bayang dunia.
Kekurangan Pergi sendiri ada di kata-kata asing yang tidak diterjemahkan oleh penulis, beberapa di antaranya sangat sering diucapkan seperti kata pronto yang baru saya ketahui bahwa artinya adalah "siap" dalam bahasa Italia. Selain kata pronto, kata-kata asing lainnya berasal dari bahasa spanyol dan filipina.
Selain itu saya tidak menemukan kekurangan yang lain karena terlalu terhanyut dengan jalan cerita Bujang sebagai Tauke Besar.
Seandainya kamu berada di posisi Bujang, di mana dunia ada di dalam genggamanmu, dan pikiranmu kacau sekali karena kamu akhirnya menjadi monster, apakah kamu akan berhenti dan melepaskan segala kegilaan itu? Walau dalam kata lain itu sama saja seperti kamu melepaskan tanggung jawabmu sebagai seorang pemimpin yang memimpin ratusan jiwa.
Ada dua akhir bagimu. Jika kamu memilih tuk melepaskan posisi itu, bukannya tak mungkin keluarga yang telah membesarkanmu itu luntang-lantung tak jelas tanpa pemimpin dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Namun jika kamu memilih untuk selamanya berada di puncak kekuasaan, menari di atas tahtamu, tidak menutup kemungkinan kamu akan menjadi gila sendiri.
Salam Literasi.
0 komentar