
Laut Bercerita
-
Ditulis olehElvira Raisya Julfi
-
Dibuat tanggal
12 Oct 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 3 SAMARINDA
"Matilah engkau mati, engkau akan lahir berkali-kali." -Laut Bercerita, prolog.
Kritik sosial tajam yang dibalut dengan sastra, Laut Bercerita adalah pembebasan. Karya sastra Leila Chudori ini adalah karya yang namanya agung di kesastraan Indonesia dekade ini. Laut Bercerita tidak akan pernah absen menjadi perbincangan khalayak ramai, menandakan bahwa Laut Bercerita adalah karya sastra yang takkan pernah mati walau tujuh tahun telah berlalu sejak pertama kali novel ini terbit dan beredar di toko buku.
Laut Bercerita terbit dari Kepustakaan Populer Gramedia pada kuartal keempat 2017. Kemudian pada tahun 2022, versi hard cover dari novel ini terbit. Versi hard cover dari Laut Bercerita memiliki tebal 387 halaman dengan dimensi 20 x 13,5 cm. Novel berkode ISBN 9786024818722 ini dijual dengan harga Rp190.000 di pulau Jawa. Perbedaan versi hard cover dan soft cover adalah di dalam novel hard cover pembaca akan menemukan surat yang ditulis Anjani untuk Laut, serta masing-masing ilustrasi dari tokoh pejuang yang kita sayangi.
Laut Bercerita mengisahkan tentang Biru Laut Wibisana seorang aktivis pejuang ketidakadilan yang telah dilakukan oleh Orde Baru selama berpuluh-puluh tahun. Ketika yang lain tidak berani melawan ketidakadilan tersebut, Winatra yang dipimpin oleh Kasih Kinanti melakukannya. Berdiri bersama rakyat kecil dan melawan, walau perlawanan tersebut tidak akan mengantarkan hadiah apapun kepada mereka kecuali pengejaran dan penghabisan. Di perjalanannya, mereka bekerja sama dengan kelompok lain yang juga memperjuangkan keadilan yakni Wirasena dan Taraka. Perjuangan mereka dimulai dari rumah kecil di daerah pinggiran Yogyakarta, Seyegan. Tapi di mana perjuangan mereka akan berakhir? Di manapun itu, Winatra tidak pernah takut. Mereka akan berjuang dan melawan hingga titik darah penghabisan, dan bahkan jika perlawanan itu mengantarkan mereka kepada kematian, mereka akan merengkuh kematian itu dengan hangat.
Selain mengisahkan dari sudut pandang Laut, Laut Bercerita juga mengisahkan dari sudut pandang Asmara Jati—adik dari Laut— sekaligus keluarga yang ditinggalkan oleh para aktivis yang dihilangkan. Duka mendalam dirasakan oleh keluarga mereka setelah Laut hilang, dan itu semua diceritakan dari sudut pandang Asmara Jati, anak yang tidak lagi dianggap anak setelah kedua orang tuanya sibuk hidup di dalam kepompong di mana kakaknya Biru Laut masih hidup dan utuh.
Laut Bercerita ditulis berdasarkan kisah nyata walau tokoh-tokoh yang ada di dalamnya adalah tokoh fiksi. Novel ini memiliki tema perjuangan, persahabatan, keluarga, dan sayangnya pengkhianatan serta penyiksaan. Banyak yang bisa dianalisis dari novel ini, seperti dampak psikologis yang ditimbulkan setelah membacanya. Laut Bercerita ditulis dengan alur maju-mundur, alur maju akan menceritakan tentang penyiksaan yang mereka alami dan adegan-adegan itu menimbulkan dampak psikologis berupa trauma bagi sebagian pembaca, karena penyiksaan yang dilakukan kepada para aktivis itu dijelaskan secara detail oleh Leila, alur mundur akan menceritakan tentang perjuangan mereka di berbagai titik di pulau Jawa seperti Seyegan, Terminal Bungurasih, atau Rumah Susun Klender. Rentang waktu akan berkisar dari tahun 1991-2008.
Laut Bercerita terbagi atas dua babak. Yang pertama adalah babak dari sudut pandang Biru Laut, babak ini penuh dengan adegan penyiksaan fisik dan perjuangan Biru Laut sebagai aktivis. Yang kedua adalah babak dari sudut pandang Asmara Jati, babak ini penuh dengan penyiksaan mental, tentang bagaimana Asmara harus hidup bersama orang tuanya yang beranggapan anak sulungnya masih hidup dan suatu saat akan kembali datang. Babak yang ini jauh lebih menguras air mata dan emosi.
Leila Chudori melakukan riset yang tidak main-main untuk novel ini, hal itu dapat dilihat dari penggambaran masa orde baru yang dijelaskan secara detail dan menyeluruh walaupun masa itu sudah jauh berada di belakang, hal ini dapat menarik minat pembaca yang ingin belajar atau tahu lebih lanjut mengenai zaman tersebut. Gaya kepenulisan Leila yang puitis dan indah berhasil membangkitkan suasana yang penuh emosional di setiap halamannya, terutama simbolisme lautan lepas yang selalu dikaitkan dengan Biru Laut itu sendiri. Semua orang setuju bahwa kisah mengharu biru penuh emosi yang disajikan di Laut Bercerita juga merupakan poin plus untuk novel ini. Akhir dari novel ini adalah pembebasan, setelah beratus-ratus halaman tersiksa, pembaca akhirnya dapat berdamai dengan alur Laut Bercerita lewat epilog "Di Hadapan Laut, di Bawah Matahari" yang bukan hanya menggambarkan kebebasan, tapi juga kerelaan hati.
Di bagian pertama yakni bagian Biru Laut, pembaca akan disuguhkan dengan adegan penyiksaan yang intens dan detail, deskripsi yang begitu hidup mengenai siksaan yang dialami oleh para aktivis dapat memicu trauma bagi kalangan pembaca yang memiliki pengalaman serupa atau mereka yang sensitif akan kekerasan. Karena terlalu fokus dengan adegan kekerasan yang ada di alur maju itu, penggambaran perjuangan mereka yang merupakan kilas balik dari pikiran Laut tidak tersampaikan dengan baik. Bisa dibilang perjuangan para aktivis Winatra itu tidak terlalu terlihat karena tertutupi dengan adegan penyiksaan yang lebih dominan. Padahal jika bagian itu dijelaskan dengan lebih detail, penyiksaan yang didapat oleh para aktivis akan semakin menyedihkan.
Akhir kata, bagi pembaca yang senang mendengarkan lagu saat membaca novel, saya ingin merekomendasikan lagu dari Fajar Merah, putra dari aktivis sekaligus penyair Wiji Thukul yang hilang pada 27 Juli 1998 dan tidak pernah kembali ke pelukan keluarganya. Lagu tersebut berjudul "Bunga dan Tembok".
"Seumpama bunga, kami adalah yang tak kau hendaki tumbuh. Seumpama bunga, kamilah yang rontok di bumi kami sendiri."
Salam Literasi.
0 komentar