
The Burning God
-
Ditulis olehElvira Raisya Julfi
-
Dibuat tanggal
12 Oct 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 3 SAMARINDA
"Perang hanya terus menumpuk luka-luka kecil satu sama lain hingga akhirnya kembali meledak menjadi luka baru yang menganga." -The Burning God, 252.
"Tiada yang abadi." Kalimat itu pertama kali muncul pada buku kedua trilogi The Poppy War yakni The Dragon Republic. Tapi Rin bahkan tidak memahami apa maksud dari kalimat tersebut. Tidak sebelum dia menjalani hidupnya sebagai seorang Jenderal. Tidak ada yang abadi, termasuk perang. Di The Burning God, semuanya akan berakhir. Semua yang fana akan tiada, semua yang telah dimulai akan berakhir, tiada yang abadi.
The Burning God atau Sang Dewi Api adalah buku ketiga dari trilogi The Poppy War yang mengakhiri segalanya. Versi Indonesia dari novel karya R.F. Kuang ini terbit pada tahun 2023 dari Gramedia Pustaka Utama dengan dimensi 23x15 cm dan tebal 672 halaman. Sang Dewi Api memiliki kode ISBN 9786020668826. Buku ini dijual dengan harga yang cukup mahal yakni Rp189.000 untuk pulau Jawa.
Pengkhianatan oleh Republik membuat Rin kembali ke akarnya. Dia bergabung dengan Koalisi Selatan—tempat asalnya—untuk membalas dendam pada Yin Vaisra yang telah berkhianat dan menjual Fang Runin ke bangsa Hesperia. Bersama orang-orang selatan yang menganggapnya sebagai Dewi, Rin berusaha menggulingkan Republik dan mengusir Hesperia dari tanah airnya. Namun selayaknya bayangan, pengkhianatan selalu menyertai setiap langkahnya. Setelah dikhianati oleh Koalisi Selatan, Rin bekerja sama dengan mantan Maharani Nikan—Su Da Ji— dan Sang Penjaga Gerbang—Jiang Ziya— dua dari tiga anggota Trifecta—tokoh sejarah yang namanya sangat terkenal— untuk dapat mengambil alih kepemimpinan di selatan.
Sebagai Jenderal yang dipandang sebagai Dewi karena dapat mengeluarkan api, Fang Runin memimpin pasukan selatan untuk menyerbu Republik. Mengakhiri perang saudara yang telah menghantui tanah airnya.
Seri ketiga The Poppy War, Sang Dewi Api masih sama brutalnya dengan kedua buku yang lain. Banyak adegan yang dapat memicu trauma bagi kebanyakan orang, beberapa adegan yang lain akan memunculkan rasa tidak nyaman. Kematian, pembantaian, penyiksaan mental maupun fisik, dan bahkan kanibalisme adalah tema yang paling menganggu dari Sang Dewi Api.
Pengembangan karakter Rin adalah yang terbaik. Di Republik Naga, dia bahkan tidak becus memimpin Cike yang hanya berisi sembilan anggota termasuk dirinya. Tapi di Sang Dewi Api, dia berhasil memimpin pasukan yang terdiri dari ribuan prajurit. Di Republik Naga, dia masih dibayang-bayangi kematian Altan bahkan hingga mendekati akhir buku. Di Sang Dewi Api, dia memang masih memiliki Altan dalam pikirannya, yang sering muncul dalam wujud bayangan dan akan selalu Rin ajak mengobrol soal perang yang terjadi, tapi dia berhasil berdamai dengan kematian pria itu. Dia tak lagi tenggelam dalam duka yang berlarut-larut, dia bangkit, walau dia masih membiarkan Altan memenuhi dunianya.
Karakter Rin masih karakter yang manusiawi di sini, walau dia sendiri dipandang sebagai Dewi, dia tetaplah manusia yang fana dan bersifat sementara. Dia penuh dengan kecurigaan setelah berkali-kali dikhianati, dia juga berkali-kali gagal. Membuktikan bahwa walaupun dia adalah seorang Jenderal dan bisa memanggil api, dia tetaplah seorang manusia.
Di buku ini saya baru menyadari satu hal, Phoenix yang merupakan dewa kemurkaan dan pembalasan dendam itu sangat sayang pada anak-anaknya, pada Speer. Bukan hanya pada Rin, tapi juga pada Altan. Terdapat dua kutipan yang membuktikan hal tersebut.
"Api kembali, panas dan hangat mengaliri tubuhnya, menimangnya, melindunginya." -The Burning God, 559.
"Ia memanggil Phoenix dan Phoenix pun datang; menyelimutinya, memeluknya, mengasihinya, membawanya kembali ke dalam rengkuhan."- The Poppy War, 527.
Trilogi The Poppy War adalah novel fantasi dengan sampul buku yang sangat cantik. Ketiganya memuat Rin sang tokoh utama beserta makhluk mitologi. Di Sang Dewi Api. Rin digambarkan di tengah-tengah pertarungan sengit antara Phoenix dan Naga Arlong, dua makhluk mitologi yang muncul di sampul dua buku sebelumnya. Kelebihan lain dari Sang Dewi Api terlepas dari alur cerita adalah novel ini dilengkapi dengan peta yang dapat memudahkan pembaca dalam berimajinasi, peta yang sama juga muncul di dua buku sebelumnya, Perang Opium dan Republik Naga.
Berdasarkan jalan cerita, kelebihan Sang Dewi Api adalah klimaks yang sangat memuaskan, setelah perang yang terasa seperti berabad-abad, perang tersebut akhirnya selesai dan mencapai akhir di buku ini. Jika menggunakan metafora, membaca klimaks di buku ini setelah konflik berkepanjangan seperti jiwamu melayang-layang di udara, kemudian kembali jatuh dengan perlahan ke atas rakit yang berada di tengah lautan lepas. Gaya kepenulisan R.F. Kuang yang kuat dan deskriptif mampu menggambarkan adegan pertempuran dan emosional karakter dengan sangat baik. Dunia fantasi yang kaya dan kompleks juga merupakan kelebihan lain dari novel ini.
Kekurangan dari novel ini masih sama seperti kedua buku sebelumnya, tingkat kekerasan yang tinggi membuat Sang Dewi Api tidak cocok dibaca untuk semua kalangan usia. Novel ini juga menghadirkan beban emosional yang sangat berat untuk pembaca karena nasib para karakter yang tidak selalu berakhir bahagia.
Fang Runin, sang syaman, pejuang, Speer Cilik, putri Phoenix yang terkasih—kisahnya berakhir di sini. Dia telah memulai kisah dan mengakhirinya, dia adalah akhir dan awal. Pengorbanan yang dilakukan Rin di akhir Sang Dewi Api adalah hal yang menyakitkan. "Tiada yang abadi," tulis seseorang di Tebing Merah. Tidak, perempuan itu tidak pernah tahu tentang apa maksud dari kalimat tersebut. Tidak sebelum pisau itu dia hunuskan ke jantungnya, tidak sampai dia mengakhiri semuanya, membuktikan bahwa memang tidak ada hal yang abadi di dunia. Dirinya, dunianya, semua fana, bersifat sementara, dan akan berakhir.
Usai sudah trilogi The Poppy War, tapi sayang hati saya masih tertambat pada halaman 527 Perang Opium, halaman 411 Republik Naga, dan bagian epilog dari Sang Dewi Api. This series will forever be my roman empire.
Salam Literasi.
0 komentar