
Rindu
-
Ditulis olehFleichia Luvena Araminta
-
Dibuat tanggal
09 Sep 2024
-
Sekolah
Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Tambun Selatan
"Rindu" adalah judul sekaligus topik utama dari buku yang diterbitkan Republika di Jakarta 10 tahun silam. Darwis, atau lebih dikenal dengan nama "Tere Liye" melahirkan buku ke-20-nya ini pada bulan Oktober 2014. Tinta dicurahkan oleh Tere Liye di 544 lembar kertas untuk akhirnya membentuk satu kesatuan, menyanyikan rangkaian cerita tentang keraguan seseorang akan isi hatinya sendiri, tentang bagaimana mereka dipandu untuk berdamai dengan keadaan, tentang perjuangan memaniskan pahitnya perpisahan. Berlatarkan tahun 1938, Tere Liye membawa kita menari di atas kapal bertujuan Jeddah, Makkah dan menyaksikan bahwa alat transportasi ini bukan semata untuk naik haji saja, tetapi juga untuk membuat diri kita bertanya-tanya, "Rindu 'kah kita dengan-Nya?"
Pemeran utama dari "Rindu" adalah 5 karakter dewasa dengan kisah yang berbeda-beda. Masing-masing nurani mereka memiliki satu pertanyaan besar yang belum terjawab. Perasaan malu dan jijik, amarah bergejolak tiada henti, cinta sejati yang sering kali dijuluki "cinta mati," cinta sejati dari lelaki pemalu nan pesimis, hingga rasa munafik yang terpupuk dalam di hati. Dalam perjalanan mereka ditemani 2 gadis muda lugu, polos, dan cerewet, pertanyaan itu akan terjawab pelan-pelan seiring berjalannya kapal menuju tempat haji.
Penulisan dari novel "Rindu" memakai sudut pandang orang ketiga, menyorot berbagai karakter yang berperan di kapal, tetapi sebagian besar isi buku berfokus pada keluarga Daeng Andipati. Meski pun begitu, tiap tokoh mendapatkan latar belakang unik dan dijelaskan oleh Tere Liye secara bertahap melalui dialog-dialog mau pun narasi kecil, biasanya dituangkan pada adegan Anna dan Elsa belajar. "Rindu" mengambil tema mengenai kejadian dan perasaan yang tak semua orang bisa rasakan, tetapi dengan keahlian menulis milik Tere Liye, pembaca dapat merasakan pedih dan sakit menjadi sang karakter tersebut.
Meski cerita para tokoh utama cenderung berat, narasi novel "Rindu" selalu dihias dengan percakapan Anna dan Elsa, anak Daeng Andipati yang polos. Dengan keberadaan dua karakter muda ini, tiap halaman memiliki bahan komedinya sendiri. Walau begitu, Tere Liye masih menulis naskah buku keseluruhan memakai bahasa Indonesia baku, diselingi beberapa kalimat berbahasa Belanda dan Jawa. Sehingga pembaca mungkin harus sesekali menilik kamus daring untuk mengetahui maksud kalimat yang dituliskan.
Gelar best seller serta best islamic book award telah tersemat sejak tahun 2015 pada novel ini. Namun, "Rindu" memiliki alur yang sangat lambat, bahkan permulaan penyelesaian konflik baru hadir setelah 3/4 buku habis terbaca. Novel ini cenderung terlalu banyak menceritakan keseharian Anna dan Elsa, sehingga dengan begitu lamanya laju cerita, pembaca rawan bosan tengah jalan. Terdapat pula pembahasan mengenai kehidupan pelac*r, pembaca diharap telah cukup umur atau dewasa.
Terlepas dari beberapa hal tadi, "Rindu" merupakan novel yang layak baca. "Rindu" pun membawa pembaca untuk mulai merenungkan diri masing-masing, agar membuka jalan damai dengan keadaan dan memikirkan segala hal dari sisi logika mau pun agama. Semoga, kita akan mengerti, kepada siapa kita seharusnya rindu, dan kepada siapa kita seharusnya biarkan ia tenggelam jauh.
0 komentar