book

Laut Bercerita

0
  • book
    Ditulis oleh
    Fleichia Luvena Araminta
  • Dibuat tanggal
    21 Sep 2024
  • Sekolah
    Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Tambun Selatan

"Matilah engkau mati,

kau 'kan terlahir berkali-kali."

—Sang Penyair kepada Biru Laut Wibisana, kala Laut menginjak umur 25 tahun.

Kutipan larik puisi penuh ironi karya Soetardji Calzoum Bachri ini adalah jiwa dari novel "Laut Bercerita" yang dikarang oleh Leila S. Chudori. 2013 menjadi awal mula "Laut Bercerita" ditulis. Leila mewawancarai puluhan insan dan melakukan riset sedemikian rupa hingga akhirnya "Laut Bercerita" diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia pada tahun 2017. Melalui 379 halaman penuh aroma asin laut, rasa amis darah, dan penggambaran sajian tengkleng yang menggugah selera—meski rasanya pasti akan asin pula berkat tetesan tangis yang tak kunjung reda, Leila memperkenalkan kita pada Biru Laut Wibisana, mahasiswa Universitas Gadjah Mada sekaligus aktivis ternama tahun '98 yang hingga kini, tak diketahui status hidup-matinya.

Biru Laut Wibisana merupakan mahasiswa semester tiga Fakultas Sastra Inggris yang pekerjaannya sehari-hari adalah menyambi menjadi tukang fotokopi buku terlarang dan penerjemah buku asing untuk penerbit. Laut adalah seorang aktivis. Tergabung dalam organisasi Winatra serta Wirasena, Laut memperjuangkan hak-hak para rakyat yang ditindas bersama teman sesama mahasiswanya. Berkat keterlibatannya itu pula, Laut dijadikan buronan tingkat tinggi oleh anggota pemerintahan. Sementara itu, adik dari Laut, Asmara Jati mulai mencari keberadaan kakaknya setelah ia berpindah-pindah menghindari kejaran aparat. Berbekal bantuan dari keluarga aktivis lainnya, Asmara Jati mencoba mendengarkan jeritan, raungan, serta lirihan dari yang ada di ujung sana, dari yang disiksa hingga kulit berubah warna, dari tubuh ringkih yang senang sekali bersandar di antara terumbu karang.

Leila menuangkan ribuan kata yang mengalunkan rindu, sakit, serta nafsu pada 16 bab. Segalanya tersusun atas sudut pandang Laut dan Asmara memakai narasi berhujanan pilu, dengan Laut terkadang teringat masakan tengkleng ibunya, membuat alur "Laut Bercerita" maju-mundur. Meski begitu, tiap tokoh mendapat porsi masing-masing, membuat mereka memiliki motivasi kuat untuk menjalani kehidupan mereka sebagai aktivis yang rentan terhadap penculikan serta penyiksaan.

Tema yang diambil Leila cenderung sensitif, tetapi karena penerbitannya pada zaman reformasi, setidaknya tak ada adegan culik-menculik yang terjadi akibat perilisan novel ini. Leila berhasil menggambarkan betapa mencekamnya ruang penyiksaan dari para aktivis, betapa menakutkan keadaan kala tahun penuh pemberontakan dan pembunuhan itu, betapa menyedihkan keadaan dari keluarga yang ditinggalkan oleh mereka yang bahkan hingga kini, statusnya masih tanda tanya.

Buku ini berhasil mengantongi penghargaan pertamanya di tahun 2020 sebagai pemenang Sea Write Award, lalu menjadi Book of The Year pada IKAPI Award tahun 2022. Tak berhenti sampai situ, "Laut Bercerita" telah diterjemahkan ke bahasa lain serta diangkat menjadi sebuah film. Berbagai penghargaan tersebut menjadi bukti betapa mengagumkan dan berhasilnya novel ini dalam membawa pembaca masuk ke dunia aktivis berstatus buronan. Tapi, pembaca diharap memperhatikan usia, karena ada beberapa adegan dewasa yang terselip di antara ratusan halaman buku ini.

"Laut Bercerita" sangat layak dibaca, selain sebagai bahan pemicu tangis yang ampuh, novel ini juga mengajak pembaca untuk mulai berpikir kritis dan mencoba menilik kembali pemerintah kali ini. Bukalah mata mu dan coba cari, mana dari mereka yang kala itu menjadi pimpinan algojo puluhan aktivis dan penyair yang hilang?

Judul Buku Laut Bercerita
Penulis Leila S. Chudori
ISBN 978-602-424-694-5
Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi 2017
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia
Jumlah Halaman 379

0 komentar

Buat komentar