book

The Architecture of Love

0
  • book
    Ditulis oleh
    Elvira Raisya Julfi
  • Dibuat tanggal
    12 Oct 2024
  • Sekolah
    SMA NEGERI 3 SAMARINDA

"Kita selalu tahu kapan yang pertama, tapi kita tidak pernah tahu kapan yang terakhir untuk semua hal dalam hidup ini, sampai kita sendiri mengembuskan napas terakhir." -The Architecture of Love, 97.

 

Pada kuartal kedua tahun 2024, novel karya Ika Natassa—The Architecture of Love— tayang pada layar lebar dengan judul yang sama, diperankan oleh Nicholas Saputra dan Putri Marino, The Architecture of Love langsung mendapatkan banyak atensi dari publik. Cerita drama romantis dengan latar New York City terasa seperti angin segar bagi dunia perbioskopan yang saat itu didominasi dengan film horor. Tapi bukannya menonton, saya memutuskan untuk membaca novelnya. Bisa dibilang, baik novel dan film The Architecture of Love adalah masterpiece

 

The Architecture of Love terbit pada tahun 2016 dari Gramedia Pustaka Utama dengan tebal 304 halaman dan dimensi 20x13,5 cm. Genre dari novel ini adalah metropop yang mengambil latar tempat di kota metropolitan seperti New York City. Buku berkode ISBN 9786020329260 ini dijual dengan harga Rp89.000 di pulau Jawa. The Architecture of Love berasal dari polling story yang diposting oleh Ika Natassa di aplikasi Twitter atau X sejak malam tahun baru 31 Desember 2015.

 

Novel ini menceritakan tentang Raia, seorang penulis yang mengalami writer's block berkepanjangan setelah masalah menimpa hidupnya. Enggan berlarut-larut di Indonesia, Raia mengejar inspirasi ke kota New York. Dia menjadikan kota ini sebagai pelariannya. Di sana, dia bertemu dengan seorang pria bernama River yang merupakan seorang arsitek, mereka pertama kali bertemu di pesta tahun baru yang diadakan di salah satu apartemen mahasiswa Indonesia di New York. Sejak saat itu, River mengajaknya berjalan-jalan menyusuri setiap jengkal kota New York, pria itu turut mengajarkan Raia bagaimana caranya melihat New York dari kacamata yang berbeda.

 

Baik Raia maupun River menjadikan New York sebagai pelarian, mereka bahkan melabeli diri sendiri sebagai pecundang yang lari dari masalah. Bisingnya kota New York selalu berhasil mengusir bising di kepala River, dan di New York Raia berhasil lari dari bayang-bayang orang di masa lalunya. 

 

Bisa dibilang, karakter Raia adalah karakter yang menarik. Di usianya yang tak lagi remaja, dia memulai perjalanan penemuan jati diri di kota New York setelah hidupnya berantakan karena perceraian. Hal ini membuktikan bahwa problematika pencarian jati diri bukan hanya dialami oleh anak muda, tapi juga orang dewasa seusia Raia. Selain itu masalah writer's block yang sebenarnya dialami oleh semua penulis jarang diangkat ke dalam karya penulis itu sendiri. Karakter Raia adalah karakter yang sangat relatable untuk mereka yang baru mau memulai perjalanan jati diri, atau sedang mengalami writer's block setelah mendapat masalah. Bersama River yang dia panggil sebagai Bapak Sungai, Raia mencari jati diri dan berusaha berdamai dengan masa lalu.

 

Arsitektur yang sangat sering dibahas di buku ini adalah konsep kehidupan yang awalnya cukup asing bagi saya. Konsep arsitektur dari The Architecture of Love bukan sekadar bangunan fisik, tapi juga metafora untuk membangun kembali kehidupan. River yang membantu Raia melihat arsitektur dari sudut pandang berbeda adalah metafora dari River yang membantu Raia melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda. Metafora ini mengajarkan kita bahwa setiap detail kecil dalam kehidupan bermakna, sama seperti setiap detail kecil dalam bangunan yang berhasil melengkapi atau sekadar mempercantik bangunan tersebut. 

 

Bahasa yang digunakan oleh Ika Natassa mudah untuk dipahami dan mengalir, banyak istilah modern di buku ini, begitupun dengan percakapan dalam bahasa Inggris. Latar New York yang tidak banyak diangkat di cerita novel karya penulis Indonesia merupakan angin segar bagi dunia sastra Indonesia. Kelebihan lain dari The Architecture of Love adalah ilustrasi-ilustrasi hitam putih yang menggambarkan bangunan-bangunan yang dijelajahi oleh River dan Raia di New York. The Architecture of Love memiliki pesan positif tentang cinta dan penyembuhan, hal ini dapat membantu pembaca yang sedang berjuang untuk menyembuhkan luka masa lalunya dan menemukan kembali jati dirinya yang sempat hilang.

 

Sayangnya, alur dari The Architecture of Love cenderung lambat, ceritanya bertele-tele terutama di adegan eksplorasi Raia dan River di kota New York. The Architecture of Love berpusat pada kehidupan kedua karakter utama, sehingga karakter pendamping tidak mendapat cukup spotlight di novel ini. Tidak ada penjelasan tentang latar belakang dari karakter pendamping seperti teman-teman Raia dan River, mereka kurang dikembangkan oleh penulis yang lebih berfokus kepada kehidupan kedua tokoh utama. Ending dari novel ini juga cenderung menggantung dan kurang memuaskan, pembaca tidak diberikan bayangan akan seperti apa hubungan mereka. Kisah mereka berakhir di sebuah toko buku, hanya sampai situ saja.

 

The Architecture of Love bukan hanya mengajarkan Raia cara melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda, tapi juga mengajarkan pembaca bagaimana cara melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda. Dari novel ini kita dapat belajar bahwa kehidupan seperti koin, memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Bagaimana cara kita menjalankan kehidupan tergantung akan sisi mana yang kita lihat dan percayai. Maka dari itu, setiap manusia yang hidup dan fana harus belajar bagaimana cara melihat hidup dari dua sudut pandang yang berbeda, agar manusia dapat lebih bijak menyikapi hidup.

 

Salam Literasi.

Judul Buku The Architecture of Love
Penulis Ika Natassa
ISBN 9786020329260
Bahasa Indonesia
Tahun Publikasi 2016
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman 304

0 komentar

Buat komentar