
Romansa Stovia
-
Ditulis olehZahra Lydia Nugrahaeni
-
Dibuat tanggal
14 Sep 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 05
Resensi Novel Romansa Stovia Karya Sania Rasyid
Judul : "Membaca Ukiran Sejarah Pendidikan di Indonesia Melalui Novel Romansa STOVIA"
Novel dengan judul “Romansa Stovia” diterbitkan pertama kali pada tahun 2024 oleh Penerbit Gramedia di kota Jakarta, yang ditulis oleh seorang wanita kelahiran Jakarta bernama Sania Rasyid. “Romansa Stovia” merupakan karya ketiga yang ditulisnya. Pada novel ini, ia menghantarkan kita pada cerita dengan tema persahabatan, cinta, dan pendidikan. Mengambil latar waktu tahun 1918 dengan genre fiksi sejarah, novel ini menggambarkan Indonesia saat masih menjadi Hindia Belanda dan mengisahkan keseharian para pelajar Stovia dengan mengungkap tradisi orang Indonesia yang ternyata sudah ada sejak zaman dahulu. Novel ini juga mengisahkan perjuangan orang-orang pada zaman dahulu yang harus menempuh pendidikan begitu lamanya demi menjadi seorang dokter.
Nama Sania Rasyid sudah tidak asing lagi di kalangan para penggemar buku. Ia juga dikenal sebagai pengarang novel dengan judul “Gede Pangrango & Salju Everest” yang merupakan karya keduanya sebelum menulis novel “Romansa Stovia”. Saat melakukan peluncuran buku ini, Sania Rasyid mengatakan bahwa ia ingin mengenalkan salah satu babak penting dalam sejarah Indonesia yang dikemas dengan asyik dan dapat diterima oleh generasi hari ini. Dengan genre fiksi sejarah yang akhir-akhir ini sedang digemari oleh kalangan remaja, membuat novel “Romansa Stovia” sangat menarik untuk diresensikan. Tak hanya itu, novel ini memiliki nilai budaya yang kuat, dengan memasukkan tradisi turun-temurun orang Indonesia. Nilai sejarah yang terkandung dalam novel inipun sangat sesuai dengan nama-nama tempat yang masih mengikuti Bahasa Belanda.
Tokoh utama dalam novel ini bernama Yansen, ia merupakan lelaki muda dengan keturunan Belanda dan Minahasa. Jauh-jauh dari Manado, ia pergi merantau ke Batavia untuk mewujudkan secercah mimpinya menjadi seorang dokter dengan menempuh pendidikan di Stovia. Di Stovia, ia bertemu dengan beberapa pemuda lainnya bernama Hilman yang berasal dari Bandung, Sudiro dari Purwerejo, dan Arsan dari Bukittinggi. Bersama teman-temannya itu, ia menemukan ikatan persahabatannya di Stovia. Dengan latar belakang dan masa lalu yang berbeda-beda, mereka dapat menemukan kecocokan satu sama lain. Novel dengan ketebalan 354 halaman ini menceritakan kisah keempat kawan ini dalam menempuh pendidikannya di Stovia, serta bagaimana mereka menghadapi masalah yang mereka temui dan saling mendukung satu sama lain.
Novel “Romansa Stovia” tersusun dari 21 bab. Cerita diawali dengan Yansen saat pertama kali menginjakkan diri di Stovia, lalu mulai berkembang pada latar belakang dan masa lalu tokoh utama serta tokoh pembantu. Di pertengahan cerita, dihadirkan konflik berbeda-beda yang datang dari setiap tokoh dan diakhiri dengan penyelesaian masalah pada akhir bab. Gaya penulisan Sania Rasyid sangat mudah dipahami, dengan naratif yang tidak bertele-tele dan melalui alur maju. Nama tempat dan nama tokoh yang ada dalam kisah inipun menyesuaikan dengan latar waktu Indonesia pada tahun 1918-an yang menunjukkan riset pada novel ini berjalan dengan baik. Adapun tema yang diambil juga sangat menarik, dengan sejarah yang dikemas dalam fiksi membuat novel ini memiliki nilai jual tersendiri. Selain itu, tokoh dan penokohan dalam novel ini memberikan warna tersendiri dalam novel "Romansa Stovia" dan dihadirkan dengan latar belakang serta masa lalu yang berbeda, membuat antar tokoh tidak memiliki kecenderungan watak yang sama. Novel ini disajikan dengan sudut pandang orang pertama, sehingga kita bisa menyelami apa yang ada di pikiran Yansen si tokoh utama.
Penggunaan bahasa yang sederhana, membuat pembaca dapat memahami keseluruhan cerita dengan mudah. Meskipun mengandung istilah asing mengenai tempat ataupun istilah medis, novel ini menyertakan catatan kaki yang mengizinkan pembaca untuk tetap mengerti cerita ini. Novel ini juga sangat ringan untuk dibaca dan tak perlu memusatkan konsentrasi penuh dalam membacanya sehingga dapat menjadi hiburan yang menyenangkan. Hubungan persahabatan yang sangat kuat antar tokoh sangat melegakan untuk dibaca. Selain itu, novel ini juga memasukkan budaya-budaya yang ada di Indonesia, seperti iring-iringan orang bersalawat saat Ramadan, pukul beduk saat Ramadan, dan tradisi untuk menjodohkan anak dengan sesama sukunya oleh orang padang. Tak hanya itu, novel ini juga menyinggung diskriminasi antara orang Jawa dan non-Jawa yang muncul di Stovia. Dengan toleransi dan solidaritas yang kuat, Yansen merupakan salah satu orang yang menentang keras diskriminasi antar suku yang membuat watak tokoh terlihat sangat kuat. Serta, perpeloncoan antara siswa senior terhadap siswa baru ternyata sudah ada sejak zaman dahulu yang tentu saja ditentang oleh banyak siswa.
Namun, sayangnya konflik yang hadir dalam cerita ini kurang menendang dan agaknya sedikit banyak. Penyelesaian konflik juga terlalu cepat. Yansen yang merupakan sang tokoh utama seperti serba tahu dalam novel ini dan selalu dilibatkan dalam seluruh kejadian, membuat rasa penasaran pembaca berkurang. Pendidikan sebagai dokter dan keseharian di Stovia juga tak dihadirkan banyak dalam novel ini, membuat bagian dalam novel ini terasa seperti ada yang kurang. Sementara itu, di akhir bab terjadi lompatan waktu yang lebih dari sekali hanya dengan jeda satu bab yang membuat novel ini terasa terburu-buru untuk diselesaikan.
Akan tetapi, dengan kekurangan ini bukan berarti novel ini merupakan novel yang buruk, novel ini tetaplah sangat layak dibaca dengan tema yang menarik dan gaya bahasa yang mudah dipahami. Novel ini memberikan wawasan kepada pembaca mengenai gambaran pendidikan Indonesia pada zaman dahulu serta nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, saya merekomendasikan buku ini untuk kalian baca sebagai hiburan di tengah kekosongan waktu.
0 komentar