
The Poppy War
-
Ditulis olehElvira Raisya Julfi
-
Dibuat tanggal
24 Sep 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 3 SAMARINDA
"Perang tidak menentukan siapa yang benar. Perang menentukan siapa yang tetap bertahan hidup." -The Poppy War, 256.
The Poppy War atau Perang Opium adalah novel karya R.F. Kuang yang merupakan salah satu novel best-seller dekade ini. The Poppy War versi terjemahan Indonesia terbit di bawah naungan Gramedia Pustaka Utama pada 2019 dengan tebal halaman 568 lembar dan dimensi yang cukup besar yakni 23x15 cm serta kode ISBN 9786020634951. Versi barat atau versi asli dari novel ini terbit pada tahun 2018.
Perang Opium adalah novel pertama dari trilogi R.F. Kuang, novel ini adalah fiksi yang dilatarbelakangi kejadian nyata yakni Peperangan Opium yang terjadi pada abad ke-19 antara China dan Inggris. Namun penulis memutuskan untuk mengganti nama bangsa-bangsa yang asli menjadi nama fiksi yang baru. Setelah The Poppy War, trilogi ini akan berlanjut pada buku The Dragon Republic dan The Burning God.
Perang Opium menceritakan tentang seorang anak perempuan korban perang dari daerah tertinggal yang diterima di akademi paling bergengsi di seluruh negara, Sinegard. Dia menerima perlakuan tidak adil dari anak-anak lain di akademi karena dianggap kampungan dan tidak pantas untuk masuk ke akademi, bahkan salah satu gurunya juga tidak suka dengan gadis bernama Fang Runnin itu. Di tengah keputusasaannya, dia baru menyadari bahwa dirinya memiliki kekuatan mematikan yakni syamanisme. Di bawah bimbingan guru yang dianggap gila oleh seluruh akademi, Fang Runnin baru tahu kalau dewa-dewa yang dianggap telah mati ternyata masih hidup.
Sayangnya di tahun ketiga pembelajarannya di akademi, perang antara Kekaisaran Nikan dan Federasi Mugen pecah. Di tengah konflik yang membara itu, Fang Runnin merasakan konflik lain di dalam dirinya. Phoenix, dewa api yang merupakan simbol dari amarah dan balas dendam menawari dirinya kekuatan yang dapat membantunya menyelamatkan seluruh negeri, tapi juga dapat membuat dirinya membakar hangus seluruh dunia.
Phoenix menjanjikan Rin untuk menjadi besar, menjadi legenda. Rin tidak butuh itu, dia butuh membela negaranya, menyelamatkan orang-orangnya. Hal itu bisa terjadi ketika dia menerima kekuatan Phoenix, jatuh ke pelukan berapinya. Tapi satu konsekuensi yang harus diterima Rin, ketika api di dalam dirinya terlalu besar, dia akan terbakar.
Perang Opium mengambil latar waktu saat peperangan antara Kekaisaran Nikan dan Federasi Mugen pecah. Hal ini menjadikan Perang Opium sebagai novel dengan tema fantasi yang kelam. Novel ini mengangkat pembahasan yang sedikit mengganggu bagi sebagian orang, tentang bagaimana suatu kota dilenyapkan begitu saja oleh musuh tanpa adanya rasa kemanusiaan, tentang bagaimana musuh mengobrak-abrik seluruh daerah tanpa adanya belas kasih, tentang bagaimana musuh melakukan apapun untuk menang termasuk menyerang warga sipil.
Tidak ada bangsa yang baik di peperangan, tidak ada pula orang yang baik di peperangan. Semua orang berjuang demi bangsa mereka masing-masing, demi diri mereka masing-masing, demi keluarga mereka masing-masing. Ironisnya, prajurit yang baru saja membunuh anak kecil dari bangsa musuh itu melakukan hal demikian agar dia dapat pulang dan melihat anaknya. Novel ini adalah novel yang kompleks, di mana tidak ada orang yang berbuat jahat atau baik tanpa alasan tersendiri.
Unsur fantasi dari Perang Opium bukanlah pelarian pembaca dari realitas peperangan yang kelam. Unsur fantasi di novel ini tak kalah kelamnya, Phoenix yang merupakan dewa menawarkan seorang manusia kekuatan untuk dapat membakar hangus seluruh bangsa atau bahkan dunia, dia digambarkan sebagai dewa yang haus akan darah dan pembalasan dendam. Pelukan Phoenix bukan hanya menghangatkan, melainkan juga membakar, menghancurkan.
Perang Opium menyajikan realitas kehidupan pada masa peperangan secara gamblang. Hal ini membuat Perang Opium memuat topik berat dan sensitif yang tidak cocok untuk semua kalangan. Topik-topik tersebut seperti pembantaian, penaklukan, dan kekerasaan yang akan mengundang trauma bagi sebagian pembaca. Cukup sulit juga untuk mengerti keseluruhan jalan cerita dari novel ini jika kita membacanya dengan cepat, jadi menghabiskan Perang Opium akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Perang Opium mengambil ide dari perang yang terjadi di kehidupan nyata, tapi bangsa-bangsa yang ada memiliki nama dan sejarah yang cukup berbeda dari bangsa asli. Bangsa-bangsa yang diceritakan di novel ini adalah Nikan yang merupakan bentuk fiksi dari Daratan China, Speer yang merupakan bentuk fiksi dari Taiwan, Mugen yang merupakan bentuk fiksi dari Jepang, dan Hesperia yang merupakan bentuk fiksi dari Inggris. Dari keempat bangsa itu, penulis menjelaskan dengan detail sekali tentang sejarah, peradaban, orang-orang, dan lain sebagainya dari bangsa Nikan, Speer, dan Mugen. Pengembangan dunia yang kuat dan detail merupakan kelebihan Perang Opium yang harus mendapatkan sorotan besar.
Penulis bahkan menyajikan peta di awal novel agar pembaca mendapatkan gambaran tentang tempat-tempat yang pernah disebutkan atau disambangi oleh para tokoh.
Kelebihan lain dari novel ini adalah tokoh utama yang manusiawi dan penuh dengan konflik batin. Sifat Rin adalah sifat yang akan dialami oleh diri manusia jika mereka dihadapkan dengan konflik peperangan. Karakter yang manusiawi tidak hanya berperan penting untuk membuat cerita penuh konflik dan tantangan, tapi juga mengusir kebosanan pembaca dari cerita yang klise.
Kesimpulannya, Perang Opium adalah novel fantasi yang kelam dan suram, menceritakan tentang realitas kehidupan yang terjadi saat perang pecah antara dua bangsa. Perang Opium bukan hanya terdiri dari adegan mengangkat senjata, tapi juga pengorbanan, perjuangan, rasa sakit, dan dendam yang membara. Perang Opium begitu gamblang tanpa dipoles dengan cerita pahlawan yang manis dan menyenangkan, tapi itulah realitas peperangan yang kelam.
Sampai jumpa di The Dragon Republic.
Salam Literasi.
0 komentar